Jumat, 02 Maret 2012

ASKEP KLIEN PNEUMONIA

PNEUMONIA

A.    Latar Belakang
       Dalam Indonesia Sehat 2025, lingkungan strategis pembangunan kesehatan yang diharapkan adalah lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan jasmani, rohani maupun sosial, yaitu lingkungan yang bebas dari kerawanan sosial budaya dan polusi, tersedia air minum dan sarana sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang memiliki solidaritas sosial dengan memelihara nilai-nilai budaya bangsa.
      Perilaku masyarakat yang diharapkan dalam Indonesia Sehat 2025 adalah perilaku yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit dan masalah kesehatan lainnya, sadar hukum, serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat, termasuk menyelenggarakan masyarakat sehat dan aman (safe community).
Diharapkan dengan terwujudnya lingkungan dan perilaku hidup sehat, serta meningkatnya kemampuan masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan  yang bermutu dan optimal, maka akan dapat dicapai derajat kesehatan individu, keluarga dan masyarakat yang setinggi-tingginya (http://yoghiepratama.blogspot.com/2009/07/indonesia-sehat-2025.html
tgl 3 Juni 2011, pukul 15.00 WITA).
Hal ini akan sejalan bila masyarakat Indonesia terbebas dari masalah kesehatan, dimana angka kesakitan (morbilitas) dan angka kematian (mortalitas) mulai bergeser pada masalah kesehatan dengan gangguan system pernapasan yang salah satu penyakitnya adalah pneumonia.
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang mengalami konsolidasi dan darah dialirkan kesekitar alveoli yang tidak berfungsi. Hipoksia dapat terjadi tergantung banyaknya jaringan paru-paru yang sakit (Irman Somantri, 2008: 67).
Penyakit ini merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang banyak didapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir dseluruh dunia (Santa Manurung, 2008: 93).
Dampak bio, psiko, sosial, dan spiritual klien yang menderita pneumonia akan mempengaruhi respon psikologis yang bervariasi tergantung dari koping yang dimiliki oleh klien. Umumnya klien merasa bosan dengan program pengobatan yang lama serta rasa cemas terhadap penyakitnya hal ini dapat mengakibatkan klien menjadi putus asa dan tidak semangat hidup. Kelemahan tubuh dalam melakukan aktivitas dan penampilan keadaan tubuhnya pada klien pneumonia akan mengakibatkan klien untuk menarik diri dan mengurangi interaksi sosial. Dampak pada keluarga klien dengan pneumonia adalah bertambahnya beban dan tugas keluarga untuk merawat klien dengan pneumonia ketika klien dirawat di rumah maupun di rumah sakit untuk menjalani pengobatan serta kecemasan keluarga tertular penyakit dari klien . Sedangkan dampak pada masyarakat, biasanya cenderung untuk menjauhi orang dengan penyakit pneumonia, karena merasa takut akan tertular penyakit tersebut (http://www.dampakpsikopneumonia.com/ tgl 10 Juli 2011, pukul 15:30 WITA).
Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka kematiannya tinggi, tidak saja di negara berkembang, tapi juga di negara maju seperti AS, Kanada dan negara–negara Eropa. Di AS misalnya, terdapat 2 juta-3 juta kasus pneumonia per tahun dengan jumlah kematian rata–rata 45.000 orang dan angka kematian akibat pneumonia mencapai 25% di Spanyol dan 12% atau 25-30 per 100.000 penduduk di Inggris. Dari data SEMIC Healt Statistik tahun 2001, influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran nafas akut termasuk pneumonia (http://Angka Kejadian Pneumonia. com/ tgl 10 Juli 2011, pukul 16.30 WITA).
Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler  dan  tuberkulosis. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian. Gejala Pneumonia adalah demam, sesak napas dan nadi cepat, dahak berwarna kehijauan atau seperti karet, serta gambaran hasil ronsen memperlihatkan kepadatan pada bagian paru. Kepadatan terjadi karena paru dipenuhi sel radang dan cairan yang sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk mematikan kuman. Tapi akibatnya fungsi paru terganggu, penderita mengalami kesulitan bernapas, karena tak tersisa ruang untuk oksigen. Pneumonia yang ada di masyarakat umumnya, disebabkan oleh bakteri, virus atau mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus). Bakteri yang umum adalah streptococcus Pneumoniae, Staphylococcus Aureus, Klebsiella Sp, Pseudomonas sp, virus misalnya virus influenza (http://Angka Kejadian Pneumonia.com/ tgl 10 Juli 2011, pukul 16.30 WITA).
Dari hasil studi pendahuluan di Instalansi Rawat inap RSUD Ulin Banjarmasin, didapat data sebagai berikut:

Tabel 1.1.    Data 10 Penyakit Terbanyak Di Ruang Perawatan Dahlia(Paru) RSUD ULIN Banjarmasin Bulan Januari Sampai Desember 2009

No    Nama Penyakit    Jumlah    %
1.    TB Paru    453    54,19
2.    Asma Bronkiale    138    16,51
3.    Efusi Fleura    70    8,37
4.    Ca Paru    58    6,94
5.    PPOK/COPD    34    4,07
6.    Lain-Lain    27    3,23
7.    SOPT    22    2,64
8.    Pnemo Thorax    13    1,57
9.    Pneumonia    12    1,40
10.    Suspect KP    9    1,08
    Total    808    100%
Sumber : Ruang Dahlia (Paru) RSUD ULIN Banjarmasin 2011

Berdasarkan dari tabel 1.1 di atas, pneumonia menempati urutan kesembilan dari distribusi 10 penyakit terbanyak di ruang perawatan dahlia (Paru) dengan jumlah 12 dari 808 orang dengan prevalensi 1,40 %.

Tabel 1.2.    Data 10 Penyakit Terbanyak Di Ruang Perawatan Dahlia(Paru) RSUD ULIN Banjarmasin Bulan Januari Sampai Desember 2010

No    Nama Penyakit    Jumlah    %
1.    TB Paru    389    48,14
2.    Asma Bronkiale    82    10,15
3.    Ca’Paru    81    10.02
4.    Efusi pleura    76    9,41
5.    PPOK/COPD    43    5,32
6.    Lain-Lain    39    4,83
7.    SOPT    36    4,46
8.    Hemaptoe    25    3,09
9.    Pnemo Thorax    22    2,72
10.    Pneumonia    15    1,86
    Total    808    100%
Sumber : Ruang Dahlia (Paru) RSUD ULIN Banjarmasin 2011

        Berdasarkan dari tabel 1.2 di atas, pneumonia menempati urutan kesepuluh dari distribusi 10 penyakit terbanyak di ruang perawatan dahlia (Paru) dengan jumlah 15 dari 808 orang dengan prevalensi 1,86 %.
        Berdasarkan data dari tabel 1.1 dan tabel 1.2 di atas, terjadi peningkatan angka penderita pneumonia dari tahun 2009 ke 2010. Walaupun terjadi penurunan peringkat 10 penyakit terbanyak di ruang paru, dari peringkat 9 menjadi peringkat 10, namun hal  ini tetap menjadi masalah yang harus menjadi perhatian khusus untuk kita semua, terutama bagi dunia keperawatan karena seringkali dianggap hal yang tidak terlalu berbahaya tetapi apabila dibiarkan akan dapat menimbulkan kematian.
    Menurut hasil data tersebut pentingnya tindak lanjut dari pihak rumah sakit, khususnya perawat. Sehingga penulis dapat belajar secara langsung dari kasus pneumonia. Hal tersebut sesuai dengan peran perawat yang utama adalah memenuhi kebutuhan dasar manusia dan tercapainya suatu kepuasan bagi diri sendiri selaku sebagai perawat serta kliennya (Nursalam, 2008: 5).


2.           Pengertian
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang mengalami konsolidasi dan darah dialirkan kesekitar alveoli yang tidak berfungsi. Hipoksia dapat terjadi tergantung banyaknya jaringan paru-paru yang sakit (Irman Somantri, 2008: 67).
Pneumonia adalah proses peradangan pada parenkim paru-paru, yang biasanya dihubungkan dengan meningkatnya cairan pada alveoli (Santa Manurung, 2009: 93).
Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang terdapat konsolidasi dan terjadi pengisian rongga alveoli oleh eksudat yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda – benda asing (Arif Muttaqin, 2008: 98).

3.    Etiologi
Adapun etiologi dari pneumonia adalah bakteri, virus, mikoplasma, jamur dan protozoa:
a.    Bakteri: Streptococus Pneumoniae, Staphylococus aureus.
b.    Virus:  influenza, parainfluenza, dan adenovirus.
c.    Jamur: kandidiasis, histoplasmosis dan kriptokokkis.
d.    Protozoa: pneumokistis karinii pneumonia.
Adapun yang dapat menjadi faktor resiko adalah merokok, polusi udara, infeksi saluran pernafasan atas, gangguan kesadaran (alkohol, overdosis obat, anestesi umum), intubasi trakhea, imobilisasi lama, terapi imunosupresif (kortikosteroid, kemoterapi), tidak berfungsinya system imun (AIDS) dan sakit gigi (Santa Manurung, 2009:  94).

4.    Patofisiologi
Agen penyebab pneumonia masuk ke paru-paru melalui inhalasi ataupun aliran darah. Diawali dari saluran pernapasan dan akhirnya masuk kesaluran pernapasan bawah. Kemudian timbul reaksi peradangan pada dinding bronkhus. Sel menjadi radang berisi eksudat dan sel epitel menjadi rusak (Santa Manurung, 2009: 94).


Pohon Masalah
Ada sumber infeksi di saluran pernapasan

Obstruksi mekanik saluran pernapas karena      Daya tahan saluran pernapasan
aspirasi bekuan darah, pus, bagian gigi     yang  terganggu
 menyumbat, makanan, dan tumor bronkus.


Aspirasi bakteri berulang

Peradangan pada bronkus menyebar ke parenkim paru


Terjadi konsolidasi dan pengisian
rongga alveoli oleh eksudat

•    Edema trakeal/faringeal
•    Peningkatan produksi sekret        Penurunan jaringan efektif          Reaksi sistemis: bakterimia,
    paru dan kerusakan     mual,demam, penurunan
  membran alveolar-kapiler     berat badan, dan kelemahan


•    Batuk produktif     Sesak nafas, penggunaan otot     Peningkatan laju metabo-
•    Sesak napas      tidak efektif    lisme, intake nutrisi tidak
•    Penurunan kemampuan    adekuat, tubuh makin
 batuk efektif    kurus, dan ketergantungan
aktivitas sehari-hari


   




5.    Tanda dan Gejala
Apabila menemukan klien dengan penyakit pneumonia, maka gejala-gejala yang dapat ditemui pada klien secara umum adalah:
a.    Demam
b.    Berkeringat
c.    Batuk dengan sputum yang produktif, kehijauan atau seperti nanah
d.    Sesak nafas
e.    Sakit kepala
f.    Mudah merasa lelah dan
g.    Nyeri dada (Santa Manurung, 2009: 96).

6.    Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi apabila klien pneumonia tidak tertangani secara cepat dan tepat adalah empiema, empisema, atelektasis, otitis media akut dan meningitis (Santa Manurung, 2009: 97).

7.    Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnosa penyakit pneumonia, maka disamping hasil anamnesa dari klien test diagnostik yang sering dilakukan adalah :
a.    Pemeriksaan rontgen: dapat terlihat infiltrat pada parenkim paru.
b.    Laboratorium:
1)    AGD: dapat menjadi asidosis metabolik dengan atau retensi CO2.
2)    DPL: biasanya terdapat leukositosis. Laju Endap Darah (LED) meningkat.
3)    Elektrolit: natrium dan klorida dapat menurun.
4)    Bilirubin: mungkin meningkat.
5)    Kultur sputum: terdapat mikroorganisme.
6)    Kultur darah: bakteremia sementara.
c.    Fungsi paru: volume dapat menurun (Santa Manurung, 2009: 97).

8.    Penatalaksanaan
a.    Penatalaksanaan Keperawatan
Klien yang mengalami retensi sekresi dan gangguan oksigenasi, seperti pneumonia membutuhkan bantuan untuk mengencerkan atau mengeluarkan sekresi. Fisioterapi dada mencakup tiga tehnik; drainase postural, perkusi dada dan vibrasi. Waktu yang optimal untuk melakukan tehnik ini adalah sebelum klien makan dan menjelang klien tidur malam.
Pada tehnik drainase postural, klien dibaringkan dalam berbagai posisi spesifik untuk memudahkan drainase mukus dan sekresi dari bidang paru. Gaya gravitasi digunakan untuk meningkatkan drainase sekresi. Perkusi dilakukan dengan kedua telapak tangan anda yang membentuk “setengah bulan” dengan jari-jari tangan anda rapat satu sama lain. Secara bergantian tepukkan telapak tangan anda tersebut di atas dada klien. Instruksikan klien untuk membatukan dan mengeluarkan sekresi. Tehnik vibrasi dilakukan dengan meletakkan telapak tangan anda dalam posisi rata di atas dada klien dan menggetarkannya (Niluh Gede Yasmin, 2004: 74).
b.    Penatalaksanaan Medis
Klien diposisikan dalam keadaan fowler dengan sudut 45°. Kematian sering kali berhubungan dengan hipotensi, hipoksia, aritmia kordis, dan  penekanan susunan saraf pusat, maka penting untuk dilakukan pengaturan keseimbangan cairan elektrolit dan asam-basa dengan baik, pemberian O2 di alveoli-arteri, dan mencegah hipoksia seluler. Pemberian O2 sebaiknya dalam konsentrasi yang tidak beracun (PO240) untuk mempertahankan PO2 arteri sekitar 60-70 mmHg dan juga penting mengawasi pemeriksaan analisa gas darah.
Pemberian cairan intravena untuk IV line dan pemenuhan hidrasi tubuh untuk mencegah penurunan volume cairan tubuh secara umum. Bronkodilator seperti Aminofilin dapat diberikan untuk memperbaiki drainase sekret dan distribusi ventilasi. Kadang-kadang mungkin timbul dilatasi lambung mendadak, terutama jika pneumonia mengenai lobus bawah yang dapat menyebabkan hipotensi. Jika hipotensi terjadi, segera atasi hipoksemia arteri dengan cara memperbaiki volume intravaskular dan melakukan dekompresi lambung. Kalau hipotensi tidak dapat diatasi, dapat dipasang kateter Swan-Ganz dan  infus Dopamin (2-5µg/kg/menit). Bila perlu dapat diberikan analgesik untuk mengatasi nyeri pleura.
Pemberian antibiotik terpilih seperti Penisilin diberikan secara intramuskular 2 x 600.000 unit sehari. Penisilin diberikan selama sekurang-kurangnya seminggu sampai klien tidak mengalami sesak napas lagi selama tiga hari dan tidak ada komplikasi lain. Klien dengan abses paru dan empiema memerlukan antibiotik yang lama. Untuk klien yang alergi terdapat Penisilin dapat diberikan Eritromisin. Tetrasiklin jarang digunakan untuk pneumonia karena banyak resisten.
Pemberian sefalosporin harus hati-hati untuk klien yang alergi terhadap Penisilin karena dapat menyebabkan reaksi hipersensitif silang terutama dari tipe anafilaksis. Dalam 12-36 jam, setelah pemberian penisilin, suhu, denyut nadi, frekuensi pernafasan menurun serta nyeri pleura menghilang. Pada ±20% klien, demam berlanjut sampai lebih dari 48 jam setelah obat dikonsumsi (Arif Muttaqin, 2008: 105).


Asuhan Keperawatan Klien Pneumonia
1.    Pengkajian
a.    Identitas Pasien
Nama    : Ny. A
Umur    : 65 Tahun
Jenis Kelamin    : Perempuan
Pendidikan    : SD
Pekerjaan    : IRT
Agama    : Kristen Protestan
Suku/Bangsa    : Dayak/Indonesia
Status Perkawinan    : Kawin
Alamat    : Sei Tabuk, No. 3
Ruang Dirawat    : Dahlia (Paru)
Tanggal Masuk Rs    : 30 Juni 2011 Pukul 15.20 WITA
Tanggal Pengkajian    : 11 Juli 2011 Pukul 08.00 WITA
No. Register    : 94 30 54
Diagnosa Medis    : Pneumonia




b.    Identitas Penanggung Jawab
Nama    : Tn. D
Umur    : 75 Tahun
Jenis Kelamin    : Laki-laki
Pendidikan    : SMA
Pekerjaan    : Pensiun TNI AL
Agama    : Kristen Protestan
Alamat    : Sei Tabuk, No. 3
Hubungan Dgn Klien    : Suami
c.    Riwayat Penyakit
1)    Keluhan Utama
Klien mengatakan sesak napas, batuk berdahak dan tidak nafsu makan.
2)    Riwayat Penyakit Sekarang
± 4 hari sebelum masuk rumah sakit klien mengatakan sesak napas, batuk berdahak (sputum kental berwarna kekuningan) dan tidak napsu makan. Pada dada klien terasa panas dan sesak selalu timbul pada saat udara dingin dan terhirup asap. Kemudian keluarga membawa klien untuk berobat ke Puskesmas , tetapi setelah diberikan obat dari Puskesmas klien tidak mengalami perubahan, setelah itu klien dibawa berobat ke RS. Suaka Insan dan di sana klien dikatakan mengalami gangguan pada paru dan jantung. Pada tanggal 30 Juni 2011klien masuk RSUD Ulin Banjarmasin dan dirawat inap di ruang dahlia (paru).
3)    Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan sebelumnya tidak pernah masuk rumah sakit, klien mempunyai riwayat penyakit gastritis dan tidak ada riwayat penyakit keturunan seperti DM, hipertensi, asma dan penyakit menular seperti hepatitis, TBC dan HIV AIDS.
4)    Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang pernah menderita penyakit yang sama seperti klien, tidak ada riwayat penyakit keturunan seperti DM, hipertensi, asma dan tidak ada riwayat penyakit menular seperti hepatitis, TBC dan HIV AIDS.
         Genogram :
       


   

Keterangan :
    : Laki – laki sehat
    : Perempuan sehat
    : Klien/ pasien pneumonia
    : Meninggal
              - - -    : Cerai

d.    Pemeriksaan Fisik
1)    Keadaan Umum: klien tampak lemah
Kesadaran    : Composmentis, GCS (Glasgow Coma Scale): E:4,
          V:5, M:6. Total 15
Eye (4)    : Membuka mata secara spontan
Verbal (5)    : Klien dapat menyebutkan hari, jam, tanggal, waktu
                            dan tempat dengan benar.
Motorik (6)    : Klien dapat mengikuti perintah seperti mengangkat
          tanggan dan kaki.
Tanda Vital    : TD : 130/80 mmHg, respirasi: 26x/mnt,
nadi:100x/mnt, suhu: 36,1ºC
BB        : 50 kg.
TB        : 153 cm.
2)    Kulit
Kebersihan kulit klien baik, kulit teraba hangat, turgor kulit  kembali < 2 detik, tidak terdapat luka/lesi, warna kulit kuning langsat, kelembaban baik tidak ikterik.
3)    Kepala dan Leher
Kepala dan leher klien tampak bersih, tidak terdapat luka/lesi, tidak ada gangguan fungsi pergerakan di tandai klien dapat menoleh ke kiri, kanan, atas, bawah, tidak ada pembesaran kelenjar thyroid,  klien sering mengatakan merasa pusing.
4)    Mata (Penglihatan)
      Kebersihan mata baik, konjungtiva tampak anemis, sklera tidak ikterik, klien tidak strabismus, tidak ada perdarahan dan peradangan, klien menggunakan alat bantu penglihatan yaitu kaca mata jika membaca buku.
5)    Hidung (Penciuman)
Kebersihan hidung baik, tidak ada pembengkakan, tidak ada peradangan, fungsi penciuman baik ditandai dengan klien mampu membedakan wangi masakan dan tidak ada mukus/ sekret.
6)    Telinga (Pendengaran)
Kebersihan telinga baik, struktur telinga simetris, tidak ada perdarahan dan  peradangan, fungsi pendengaran baik di tandai dengan klien mampu mendengar pembicaraan perawat dengan baik, tidak ada serumen atau cairan yang keluar dari telinga.
7)    Mulut (Pengecapan)
Kebersihan mulut baik, fungsi pengecapan baik di tandai dengan klien mampu membedakan rasa makanan, tidak ada perdarahan dan peradangan, fungsi bicara baik klien mampu berkomunikasi secara verbal dengan orang lain secara baik, mukosa bibir tampak kering.
8)    Dada (Pernapasan dan Sirkulasi)
Inspeksi         : Kebersihan dada bersih, gerakan dada  simetris, pola  napas cepat dan dangkal, bentuk dada eliptik, frekuensi napas 26 x/menit, adanya penggunaan otot bantu pernapasan, tidak ada sianosis, klien tampak batuk berdahak dengan sputum yang kental berwarna putih kekuningan, klien tampak susah mengeluarkan dahak, tidak ada retraksi dinding dada tidak ada luka, tidak ada perdarahan, tidak ada nyeri dada.
Palpasi    : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, taktil
fremitus normal (teraba getaran simetris pada dada dekstra dan sinistra)
Perkusi       : Pada Perkusi dada terdapat bunyi redup pada paru dekstra dan sinistra bagian inferior.
Auskultasi    : Bunyi  napas  tidak  terdengar    pada paru dekstra bagian inferior dan adanya bunyi napas ronkhi pada paru dekstra bagian apek dan paru sinistra bagian superior.
9)    Abdomen
Kebersihan baik, tidak ada luka, tidak ada asites, tidak ada pelebaran vena (spidermetri), peristaltik usus 16x/menit, pada perkusi didapat bunyi timpani, tidak ada nyeri tekan, tidak ada distensi abdomen.
10)    Ekstermitas Atas dan Bawah
a)    Ekstermitas Atas
 Kebersihan baik, ekstermitas atas lengkap, tidak ada luka/ lesi, tidak ada fraktur, tidak ada gangguan fungsi pergerakan, tidak ada nyeri, terpasang venflon pada lengan kiri, kekuatan otot 4.
5    5
4    4
b)    Ekstermitas bawah
Kebersihan baik, ekstermitas bawah lengkap, tidak ada luka, tidak ada gangguan fungsi pergerakan, tidak ada kontraktur otot, tidak ada nyeri dan keluhan lainnya, kekuatan otot 4.
5    5
4    4
Keterangan:
0    : Total/ tidak ada kontraksi otot.
1    : Tidak ada gerakan, ada sedikit kontraksi otot.
2    : Gerakan otot pernah menentang gravitasi dengan
Sokongan.
3    : Gerakan normal menentang gravitasi.
4    : Gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan
sedikit penahan.
5    : Gerakan normal dengan tahanan penuh.
11)    Genetalia
Tidak terpasang kateter, tidak ada keluhan-keluhan seperti nyeri gatal dan lainnya, klien sudah tidak menstruasi sejak umur 50 tahun.
e.    Pola Kebiasaan Sehari – hari
1)    Pola Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan
Klien mengatakan selama ini klien merasa cukup memelihara kesehatannya seperti dengan makan makanan yang sehat, tidak merokok, mandi minimal 2x sehari. Klien mengatakan kurang mengetahui penyakit yang sedang dialaminya, dan penyebab penyakitnya
2)    Nutrisi dan Cairan Tubuh
Di rumah:
Di rumah klien makan 3x/hari dengan nasi, lauk dan pauk, nafsu makan baik, klien minum ±7-9 gelas/hari, tidak ada pantangan dalam makan/ minum.
Di RS:
Selama di rawat di rumah sakit klien makan 3x/hari dengan bubur, lauk dan pauk (BBTKTP), klien mengeluh tidak nafsu makan, klien tidak mau makan makanan yang disediakan rumah sakit, klien hanya mau makan buah, klien minum ±3-4 gelas/hari.
3)    Pola Eliminasi
Di rumah:
Di rumah klien Buang Air Besar (BAB) 1x/hari, konsistensi agak lembek, dengan warna agak kuning kecoklatan, berbau khas, tidak terdapat darah dan lendir pada feses dan tidak ada  keluhan lainnya. Buang Air Kecil (BAK) 6-8x/hari, warna kuning jernih, tidak terdapat darah pada urine dan tidak ada keluhan lainnya.
Di RS:
Selama di RS klien Buang Air Besar (BAB) 1x/1-2hari, konsistensi agak lembek, dengan warna kuning kecoklatan, berbau khas, tidak terdapat darah dan lendir pada feses dan tidak ada keluhan lainnya. Buang Air Besar (BAK) 5-7x/hari, warna kuning jernih, tidak terdapat darah dalam urine dan tidak ada keluhan lainnya.
4)    Pola Aktivitas – latihan
Di rumah:
Pekerjaan rutin klien sebagai ibu rumah tangga, tidak ada yang mengganggu aktivitas klien, klien mampu merawat diri secara mandiri tanpa bantuan orang lain, dan selama melakukan aktivitas klien tidak memiliki keluhan-keluhan.
Di RS:
Selama di rumah sakit klien hanya berbaring di tempat tidur tanpa melakukan aktivitas, klien juga merasa badanya lemah tetapi klien  mampu merawat dirinya secara mandiri walau sedikit memerlukan bantuan orang lain yaitu suami dan anaknya.
Kemampuan aktivitas    0    1    2    3    4
Makan dan minum    √               
Mandi            √       
Toilet            √       
Berpakaian    √               
Mobilitas di tempat tidur    √               
Berpindah             √       
Ambulasi            √       

Keterangan:
0    :  Mandiri
1    :  Alat bantu
2    :  Dibantu orang lain
3    :  Dibantu orang lain dan alat
4    :  Ketergantunagn alat

5)    Pola Istirahat dan tidur
Di rumah:
Selama di rumah klien mampu tidur ±8 jam/hari tanpa menggunakan obat tidur, klien juga tidak memiliki gangguan tidur, dan keluhan/ penyulit tidur.
Di RS:
Selama di rumah sakit klien mampu tidur ±7 jam/hari tanpa menggunakan obat tidur, klien juga tidak memiliki gangguan tidur, dan keluhan/ penyulit tidur.
6)    Pola Persepsi Kognitif
Klien mengatakan kurang begitu memahami penyakit yang dialaminya dan klien juga tidak mengetahui penyebab penyakitnya, klien cemas terhadap penyakit dan kesembuhannya, klien sering bertanya kepada perawat mengenai penyakit dan bagaimana kesehatannya sekarang, klien juga sering menanyakan mengenai tindakan apa saja yang akan dilakukan petugas kesehatan untuk kesembuhannya.
7)    Pola Persepsi Terhadap Diri
Body image
Tidak bermasalah, karena klien merasa bersyukur atas dirinya walau klien memiliki penyakit ini, klien merasa ini hanyalah cobaan dari tuhan. Klien berharap penyakitnya cepat sembuh. Klien tidak merasa rendah diri karena kondisinya saat ini.

Identitas diri
Klien seorang wanita usia 65 tahun, klien adalah seorang ibu rumah tangga yang memiliki 2 anak perempuan dan 2 anak laki-laki.
Ideal diri
Klien merasa baik–baik saja walau ia sedang sakit dan hanya berbaring di tempat tidur, klien berharap segera sembuh dan dapat pulang kerumahnya.
Peran diri
Selama di rumah sakit klien tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga, tapi klien mengatakan itu tidak masalah karena klien memiliki anak-anak yang sudah dewasa yang dapat mengurus dirinya masing-masing.
Harga diri
Klien tidak merasa rendah diri dengan orang-orang yang ada disekitarnya.
Aktualisasi diri
Klien optimis segera sembuh dan dapat segera pulang ke rumah.
8)    Pola Hubungan – Peran
Selama dirawat di rumah sakit klien mampu berinteraksi baik dengan keluarga, orang lain di sekitar klien termasuk perawat dan tim medis lainnya tanpa gangguan. Orang terdekat klien adalah suami dan anak pertamanya yang selalu menjaganya selama dirawat di rumah sakit. 

9)    Pola Seksual
Di rumah:
Klien menopouse sejak umur 50 tahun, klien tidak memiliki riwayat pemeriksaan pap-smer.
Di RS:
Tidak ada tindakan pap-smer dan perawatan payudara.
10)    Pola Stres – Koping
Klien terlihat cemas, klien merasa cemas terhadap penyakit dan kesembuhannya karena klien kurang begitu memahami mengenai penyakit yang dialaminya dan penyebab penyakitnya. Klien berharap cepat sembuh dan dapat segera pulang ke rumah.
11)    Pola Kepercayaan dan Nilai Keyakinan
Klien beragama kristen protestan, selama di rawat klien hanya berdoa  untuk kesembuhan penyakitnya.
f.    Prosedur Diagnostik
1)    Pemeriksaan hasil laboratorium tanggal: 5 Juli 2011
Pemeriksaan    Hasil    Nilai Rujukan    Satuan
HEMATOLOGI
ESR
ESR 2

BTA SPUTUM
MAKROSKOPIK
Sputum Sewaktu
Sputum Pagi
MIKROSKOPIK
Sputum Sewaktu
Sputum Pagi

   
60
80*



Muco purulen
Muco purulen

BTA (-) Negatif
BTA (-) Negatif
   

4 - 26
   

mm/jam




2)    Pemeriksaan hasil laboratorium tanggal: 5 Juli 2011
Pemeriksaan    Hasil    Nilai Rujukan    Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Leukosit
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
RDW – CV

MCV,MCH,MCHC
MCV
MCH
MCHC

HITUNG JENIS
Basofil %
Eosinofil %
Neutrofil %
Limfosit %
Monosit %
Basofil #
Eosinofil #
Neutrofil #
Limfosit #
Monosit #

KIMIA
GULA DARAH
Glukosa Darah Sewaktu (BSS)

FAAL LEMAK DAN JANTUNG
LDH
CK-MB

HATI
SGOT
SGPT

GINJAL
Ureum
Creatinin
   
13,0
13,5*
4,41
41
308
13,9


93,2
29,4
31,6*


0,4
6,4*
72,0*
15,1*
4,7
0,05
0,87*
9,76*
2,05
0,64



102




351*
47*


20
12


22
0,9   
12,0 – 16,0
4,0 – 10,5
3,90 – 5,50
35 – 45
150 – 450
11,5 – 14,7


80,0 – 97,0
27,0 – 32,0
32,0 – 38,0


0,0 – 1,0
1,0 – 3,0
50,0 – 70,0
25,0 – 40,0
3,0 – 9,0
<1,0
<0,3
2,50 – 7,00
1,25 – 4,00
0,30 – 1,00



<20º




103-227
0-24


16-40
8-45


10-45
0,4-1,4   
g/dl
ribu/ul
juta/ul
vol%
ribu/ul
%


fl
pg
%


%
%
%
%
%
ribu/ul
ribu/ul
ribu/ul
ribu/ul
ribu/ul



mg/dL




U/L
U/L


U/I
U/I


mg/dL
mg/dL


3)    Pemeriksaan hasil rontgen tanggal:  4 Juli 2011
Kesimpulan: Terlihat infiltrasi pada parenkim paru dextra bagian inferior.

4)    Terapi pengobatan tanggal: 11 Juli 2011
Venflon
Nebul Ventolin 2,5 mg 1 sct /8 jam
Inf. Ciprofloxacin        : 2x1 fls    /IV /selang infus
Ranitidin        : 2x1 amp    /IV /selang infus
Lasix            : 1-0-0        /IV /selang infus
P.O Codein10 mg        : 1-0-1       
Spironolakton 25 mg    : 1-0-0
Captofril 12,5 mg    : 3x1 tab

2.    Analisa Data
No.    Data subjektif dan Objektif    Etiologi    Problem
1






















2




























3











4    Ds:
Klien mengatakan sesak napas dan batuk berdahak

Do:
-    Klien tampak lemah, tampak batuk berdahak dan tampak sesak.
-    Klien tampak susah mengeluarkan dahak.
-    Sputum tampak kental berwarna putih kekuningan.
-    Pola napas cepat dan dangkal.
-    RR: 26x/ menit
-    Adanya penggunaan otot bantu pernapasan
-    Saat diperkusi bunyi paru redup pada paru dekstra dan sinistra bagian  inferior.
-    Saat diauskultasi  terdengar suara napas ronkhi pada paru dekstra bagian apek dan paru sinistra bagian superior.

Ds:
Klien mengatakan sesak napas dan batuk berdahak

Do:
-    Klien tampak lemah, tampak batuk berdahak dan tampak sesak.
-    Klien tampak susah mengeluarkan dahak.
-    Sputum tampak kental berwarna putih kekuningan.
-    Pola napas cepat dan dangkal.
-    RR: 26x/ menit
-    Adanya penggunaan otot bantu pernapasan
-    Saat diperkusi bunyi paru redup pada paru dekstra dan sinistra bagian  inferior.
-    Saat diauskultasi  bunyi  napas  tidak  terdengar    pada paru dekstra bagian inferior dan adanya bunyi napas ronkhi pada paru dekstra bagian apek dan paru sinistra bagian superior.
-    Hasil rontgen: terlihat infiltrasi pada parenkim paru dextra bagian inferior.


Ds:
klien mengatakan tidak napsu makan.

Do:
-    Klien tampak lemah berbaring di tempat tidur.
-    Klien tampak tidak mau makan makanan yang disediakan dan hanya mau makan buah..
-    TB: 153 cm, BB: 50 kg.


Ds:
Klien mengatakan kurang begitu memahami penyakit yang dialaminya dan klien juga tidak mengetahui penyebab penyakitnya,

Do:
-    Klien terlihat cemas
-    Klien sering bertanya kepada perawat mengenai penyakit dan bagaimana kesehatannya sekarang
-    Klien sering menanyakan mengenai tindakan apa saja yang akan dilakukan petugas kesehatan untuk kesembuhannya.
    Sekresi mukus yang kental





















Penurunan jaringan efektif paru


























Peningkatan metabolisme tubuh dan penurunan nafsu makan (anoreksia)







Kurang terpajan/ tidak mengenal informasi    Ketidakefektifan bersihan jalan napas




















Gangguan pertukaran gas



























Perubahan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh








Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis



3.    Daftar Masalah
No    Diagnosa Keperawatan    Tanggal Muncul    Tanggal Teratasi
1


























2
































3

















4
    Ketidakefektifan bersihan jalan napas
berhubungan dengan sekresi mukus yang kental ditandai dengan:

Ds:
Klien mengatakan sesak napas dan batuk berdahak

Do:
-    Klien tampak lemah, tampak batuk berdahak dan tampak sesak.
-    Klien tampak susah mengeluarkan dahak.
-    Sputum tampak kental berwarna putih kekuningan.
-    Pola napas cepat dan dangkal.
-    RR: 26x/ menit
-    Adanya penggunaan otot bantu pernapasan
-    Saat diperkusi bunyi paru redup pada paru dekstra dan sinistra bagian  inferior.
-    Saat diauskultasi  terdengar suara napas ronkhi pada paru dekstra bagian apek dan paru sinistra bagian superior.

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan jaringan efektif paru ditandai dengan:

Ds:
Klien mengatakan sesak napas dan batuk berdahak

Do:
-    Klien tampak lemah, tampak batuk berdahak dan tampak sesak.
-    Klien tampak susah mengeluarkan dahak.
-    Sputum tampak kental berwarna putih kekuningan.
-    Pola napas cepat dan dangkal.
-    RR: 26x/ menit
-    Adanya penggunaan otot bantu pernapasan
-    Saat diperkusi bunyi paru redup pada paru dekstra dan sinistra bagian  inferior.
-    Saat diauskultasi  bunyi  napas  tidak  terdengar    pada paru dekstra bagian inferior dan adanya bunyi napas ronkhi pada paru dekstra bagian apek dan paru sinistra bagian superior.
-    Hasil rontgen: terlihat infiltrasi pada parenkim paru dextra bagian inferior.


Perubahan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh dan penurunan nafsu makan (anoreksia) ditandai dengan:

Ds:
Klien mengatakan tidak napsu makan.

Do:
-    Klien tampak lemah berbaring di tempat tidur.
-    Klien tampak tidak mau makan makanan yang disediakan dan hanya mau makan buah..
-    TB: 153 cm, BB: 50 kg.


Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis berhubungan dengan  kurang terpajan/ tidak mengenal informasi ditandai dengan:

Ds:
Klien mengatakan kurang begitu memahami penyakit yang dialaminya dan klien juga tidak mengetahui penyebab penyakitnya,

Do:
-    Klien terlihat cemas
-    klien sering bertanya kepada perawat mengenai penyakit dan bagaimana kesehatannya sekarang
-    klien sering menanyakan mengenai tindakan apa saja yang akan dilakukan petugas kesehatan untuk kesembuhannya.
    11 Juli 2011


























11 Juli 2011
































11 Juli 2011


















11 Juli 2011

   














































































12 Juli 2011






3.  Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan diartikan sebagai suatu dokumen tulisan tangan dengan menjelaskan masalah, tujuan dan intervensi keperawatan (Nursalam, 2008: 77).
Rencana keperawatan menurut Arif Muttaqin (2008: 106)
a.    Ketidakefetifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi mukus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema trakheal/faringeal.

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi kebersihan jalan nafas kembali efektif
Kriteria Hasil :
1)    Klien mampu melakukan batuk efektif.
2)    Pernapasan klien normal (16–20x/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu nafas. Bunyi napas normal, Rh -/- dan pergerakan napas normal.
Intervensi    Rasional
Mandiri
Kaji fungsi pernapasan (bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman, dan penggunaan otot bantu napas).    Penurunan bunyi napas menunjukkan akumulasi sekret dan ketidakefektifan pengeluaran sekresi yang selanjutnya dapat menimbulkan penggunaan otot bantu  napas dan peningkatan kerja pernapasan.
Kaji kemampuan klien mengeluarkan sekresi. Lalu catat karakter dan volume sputum.    Pengeluaran sulit bila sekret sangat kental (efek infeksi dan hidrasi yang tidak adekuat)
Berikan posisi semi/fowler tinggi dan bantu klien latihan napas dalam dan batuk efektif.    Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya bernapas. Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret kejalan napas besar untuk dikeluarkan.

Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan.    Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan sekret dan mengefektifkan  pembersihan jalan napas.

Bersihkan secret dari mulut dan trakea, bila  perlu lakukan pengisapan (suction).    Mencegah obstruksi dan ispirasi. Pengisapan diperlukan bila klien tidak mampu mengeluarkan sekret. Eliminasi lendir dengan suction sebaiknya dilakukan dalam jangka waktu kurang dari 10 menit dengan pengawasan efek samping suction.

Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.
Obat antibiotik.   


Pengobatan antibiotik yang ideal berdasarkan pada tes uji resistensi bakteri terhadap jenis antibiotik sehingga lebih mudah mengobati pneumonia.

Agen mukolitik    Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan sekret paru untuk memudahkan pembersihan.
Bronkodilator; jenis aminophilin via intravena.    Bronkodilator meningkatkan diameter lumen percabangan trakheobronkhial sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara.
Kortikosteroid.    Kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia dan bila reaksi inflamasi mengancam kehidupan.

b.    Resiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan jaringan efektif paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar-kapiler, dan edema bronkhial.
Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan Dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan gangguan pertukaran gas tidak terjadi.
Kriteria Hasil:
1)    Melaporkan tak adanya/penurunan dispnea.
2)    Klien menunjukan tidak ada gejala distres pernapasan.
3)    Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan gas darah arteri dalam rentang normal.
Intervensi    Rasional
Mandiri
Kaji dispnea, takipnea, bunyi nafas, peningkatan upaya pernapasan, ekspansi thoraks, dan kelemahan.      Pneumonia mengakibatkan efek luas pada paru, bermula dari bagian kecil bronkhopenia sampai inflamasi difus yang luas, nekrosis, efusi pleura, dan fibrosis yang luas. Efeknya terhadap pernapasan bervariasi dari gejala ringan, dispnea berat, dan distres pernapasan.

Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis dan perubahan warna kulit – termasuk membran mukosa dan kuku.    Akumulasi sekret dan berkurangnya jaringan paru yang sehat dapat mengganggu oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh.

Ajarkan dan dukung pernapasan bibir selama ekspirasi khususnya untuk klien dengan fibrosis dan kerusakan parenkim paru.     Membuat tahanan melawan udara luar untuk mencegah kolaps/penyempitan jalan napas sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan mengurangi napas pendek.
Tingkatkan tirah baring, batasi aktivitas, dan bantu kebutuhan perawatan diri sehari – hari sesuai keadaan klien.    Menurunkan konsumsi oksigen selama priode penurunan pernapasan dan dapat menurunkan beratnya gejala.
Kolaborasi
Pemeriksaan AGD    Penurunan kadar O2 (PO2) dan/ atau saturasi, peningkatan PCO2 menunjukkan kebutuhan untuk intervensi/perubahan program terapi.
Pemberian oksigen sesuai kebutuhan tambahan.     Terapi oksigen dapat mengoreksi hipoksemia yang terjadi akibat penurunan ventilasi/ menurunnya permukaan alveolar paru.
Kortikosteroid.    Kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia dan bila reaksi inflamasi mengancam kehidupan.

c.    Hipertermi yang berhubungan dengan reaksi sistemis: bakteremia/viremia, peningkatan laju metabolisme umum.
Batas karakteristik :
Foto rontgen thoraks menunjukan adanya pleuritis, suhu di atas 37°C, diaphoresis intermiten, leukosit di atas 10.000/mm³, dan kultur sputum positif.
Kriteria evaluasi : - suhu tubuh normal (36-37°C).
Intervensi    Rasional
Kaji saat timbulnya demam.    Mengidentifikasi pola demam.
Kaji tanda – tanda vital tiap 3 jam atau lebih sering.    Acuan untuk mengetahui keadaan umum klien
Berikan kebutuhan cairan ekstra.    Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan cairan tubuh meningkat, sehingga perlu diimbangi dengan intake cairan yang banyak.
Berikan kompres dingin.    Konduksi suhu membantu menurunkan suhu tubuh.
Mandi dengan air dingin dan selimut yang tidak terlalu tebal memungkinkan terjadinya pelepasan panas secara konduksi dan evaforasi (penguapan). Antipiretik dapat mengontrol demam dengan memengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Cairan dapat membantu mencegah dehidrasi karena meningkatnya metabolisme. Menggigil menandakan tubuh memerlukan panas lebih banyak. 

Kenakan pakaian minimal.    Pakaian yang tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh.
Berikan tindakan untuk memberikan rasa nyaman seperti mengelap bagian punggung klien, mengganti alat tenun yang kering setelah diaforesis, memberi minum hangat, lingkungan yang tenang dengan cahaya yang redup, dan sedatif ringan jika dianjurkan serta memberikan pelembab pada kulit dan bibir.
    Tindakan tersebut akan meningkatkan relaksasi. Pelembap membantu mencegah kekeringan dan pecah – pecah di mulut dan di bibir.
Berikan terapi cairan intravena RL 0,5 dan pemberian antipiretik.    Pemberian cairan sangat penting bagi klien dengan suhu tinggi. Pemberiaan cairan merupakan wewenang dokter sehingga perawat perlu berkolaborasi dalam hal ini.

Berikan antibiotic sesuai dengan anjuran dan evaluasi keefektifannya. Tinjau kembali semua obat – obatan yang diberikan. Untuk menghindari efek merugikan akibat interaksi obat, jadwalkan pemberian obat dalam kadar darah yang konsisten.    Antibiotik diperlukan untuk mengatasi infeksi. Efek terapeutik maksimum yang efektif dapat dicapai, jika kadar obat yang ada dalam darah telah konsisten dan dapat dipertahankan. Risiko akibat interaksi obat – obat yang diberikan meningkat dengan adanya efek farmakoterapi berganda. Efek samping akibat interaksi satu obat dengan yang lainnya dapat mengurangi keefektifan pengobatan dari salah satu obat atau keduannya.


d.    Intoleransi aktivitas yang  berhubungan dengan kelemahan fisik, peningkatan metabolisme umum sekunder dari kerusakan pertukaran gas.
Batasan karakteristik:
Menyatakan sesak napas dan lelah dengan aktivitas minimal, diaforesis, takipnea, dan takikardi pada aktivitas minimal.
Kriteria evaluasi :
1)    Klien mendemonstrasikan peningkatan toleransi terhadap aktivitas.
2)    Klien dapat melakukan aktivitas, dapat berjalan lebih jauh tanpa mengalami napas tersengal – sengal, sesak napas, dan kelelahan.


Intervensi    Rasional
Monitor frekuensi nadi dan napas sebelum dan sesudah beraktivitas.    Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yang diharapkan.

Tunda aktivitas jika frekuensi nadi dan napas meningkat secara cepat dan klien mengeluh sesak napas dan kelelahan, tingkatkan aktivitas secara bertahap untuk meningkatkan toleransi.       Gejala – gejala tersebut merupakan tanda adanya intoleransi aktivitas. Konsumsi oksigen meningkat jika aktikvitas meningkat dan daya tahan tubuh klien dapat bertahan lebih lama jika ada waktu istirahat di antara aktivitas.

Bantu klien dalam melaksanakan aktivitas sesuai dengan kebutuhannya. Berikan klien waktu beristirahat tanpa di ganggu berbagai aktivitas.    Membantu menurunkan kebutuhan oksigen yang meningkat akibat peningkatan aktivitas.
Pertahankan terapi oksigen selama aktivitas dan lakukan tindakan pencegahan terhadap komplikasi akibat imobilisasi jika klien klien di anjurkan tirah baring lama.    Aktivitas fisik meningkatkan kebutuhan oksigen dan sistem tubuh akan berusaha menyesuaikannya. Keseluruhan sistem berlangsung dalam tempo yang lebih lambat saat tidak ada aktivitas fisik (tirah baring). Tindakan perawatan yang spesifik dapat meminimalkan komplikasi imobilisasi.

Konsultasikan dengan dokter jika sesak napas tetap ada atau bertambah berat saat istirahat.
    Hal tersebut dapat merupakan tanda awal dari komplikasi khususnya gagal napas.

e.    Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh dan penurunan nafsu makan sekunder terhadap demam.
Batasan karakteristik :
Mengatakan anoreksia, makan kurang 40% dari yang seharusnya, penurunan BB dan mengeluh lemah.
Kriteria Hasil :
1)    Klien mendemonstrasikan intake makanan yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan dan metabolisme tubuh.
2)    Intake makanan meningkat, tidak ada penurunan BB lebih lanjut, menyatakan perasaan sejahtera.
Intervensi    Rasional
Pantau : Presentase jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan, timbang BB tiap hari, hasil pemeriksaan protein total, albumin, dan osmolalitas.    Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yang diharapkan.
Berikan perawatan mulut tiap 4 jam jika sputum berbau busuk. Pertahankan kesegaran ruangan.    Bau yang tidak menyenangkan dapat mempengaruhi nafsu makan.
Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan (misalnya lingkungan yang tenang saat makan).    Lingkungan yang tenang memberikan minat makan yang lebih.
Rujuk kepada ahli diet untuk membantu memilih makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi selama sakit panas.    Ahli diet ialah spesialis dalam ilmu gizi yang dapat membantu klien memilih makanan yang memenuhi kebutuhan kalori dan kebutuhan gizi sesuai dengan keadaan sakitnya, usia, dan berat badannya.
Dukung klien untuk mengonsumsi makanan tinggi kalori tinggi protein.    Peningkatan suhu tubuh meningkatkan metabolisme, intake protein, vitamin, mineral, dan kalori yang adekuat penting untuk aktivitas anabolik dan sistensi antibodi.
Berikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering dan mudah dikunyah jika ada sesak napas berat.
    Makanan porsi sedikit tapi sering memerlukan lebih sedikit energi.

f.    Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan demam, diaforesis, dan masukan oral sekunder terhadap proses pneumonia.
Batasan karakteristik :
Menyatakan haus, hipernatremia, membran mukosa kering, urine kental, turgor buruk, berat badan berkurang tiap hari, frekuensi nadi lemah, dan tekanan darah menurun.
Kriteria hasil :
1)    Klien mampu mendemonstrasikan perbaikan status cairan dan elektrolit.
2)    Output urine lebih besar dari 30 ml/jam, berat jenis urine 1,005 – 1,025, natrium serum dalam batas normal, membran lembab, turgor kulit baik, tidak ada penurunan berat badan, dan tidak mengeluh kehausan.
Intervensi    Rasional
Pantau intake dan output cairan tiap 8 jam, timbang BB tiap hari, hasil pemeriksaan analisa urine dan elektrolit serum, kondisi kulit dan membrane mukosa tiap hari.
    Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yang diharapkan.
Berikan terapi intravena sesuai dengan anjuran dan berikan dosis pemeliharaan, selain itu berikan pula tindakan – tindakan pencegahan.    Selama fase akut, klien sering kali berada dalam keadaan kondisi yang terlalu lama dan mengalami sesak napas yang parah. Untuk meminum cairan peroral secara adekuat dan mempertahankan hidrasi yang adekuat, jika ada demam, kehilangan cairan akan meningkat karena keringat yang berlebihan. Hal yang terjadi jika demam membaik adalah meningkatnya penguapan karena vasodilatasi perifer, hal ini terjadi sebagai mekanisme kompensasi yang digunakan oleh tubuh untuk mengeluarkan panas.
Berikan cairan peroral sekurang – kurangnya 2 jam sekali. Dukung klien untuk minum cairan yang bening dan mengandung kalori.


Laporkan pada dokter jika ada tanda – tanda kekurangan cairan menetap atau bertaambah parah.    Cairan membantu distribusi obat – obatan dalam tubuh serta membantu menurunkan demam. Cairan bening membantu mencairkan mukus, kalori membantu menanggulangi kehilangan BB.
Ini merupakan tanda – tanda kebutuhan cairan yang meningkat atau mulai timbulnya komplikasi. 

Monitor intake cairan dan output urine tiap 6 jam.    Output urine perlu dimonitor sebagai indikator akan fungsi ginjal dalam melakukan filtrasi cairan yang masuk. 


g.    Cemas yang berhubungan dengan kondisi sakit, prognosis penyakit yang berat.
Tujuan:
Dalam waktu 1x24 jam klien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan.
Kriteria evaluasi:
1)    Pasien mampu bernapas normal dan teratur.
2)    Pasien mampu beradaptasi dengan keadaannya lebih rileks.
Intervensi    Rasional
Beri posisi yang menyenangkan.
 Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya.
    Pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat di ajak kerjasama dalam perawatan.

Ajarkan teknik relaksasi.

    Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan.

Bantu dalam menggali sumber koping yang ada.

    Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat bermanfaat dalam mengatasi stress.

Pertahankan hubungan saling percaya antar perawat dan klien.
    Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik.

Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.
    Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.



h.    Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis berhubungan dengan  kurang terpajan/ tidak mengenal informasi.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan klien dapat mengetahui dan memahami tentang kondisi kesehatannya.
Kriteria evaluasi:
1)    Menyatakan pemahaman seluk beluk diagnosa, program pengobatan.
2)    Berpartisipasi dalam proses belajar.
3)    Klien mampu menjawab pertanyaan yang di ajukan perawat.
Intervensi    Rasional
Nilai kemampuan dan kesiapan untuk belajar dari klien dan keluarga.
    Memungkinkan untuk menyampaikan bahan yang didasarkan atas kebutuhan secara individual.

Berikan informasi sehubungan dengan proses penyakit.
    Informasi yang jelas menciptakan harapan dan semangat untuk sembuh dan mengurangi kecemasan.
Jelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan saat perawatan pasien.
    Membantu dalam menciptakan harapan yang realistis dan meningkatkan pemahaman pada saat ini dan kebutuhannya.

Libatkan keluarga dalam aktivitas perawatan diri.
    Keterlibatan langsung memberikan keterampilan secara real dalam perawatan.

Minta keluarga untuk menjelaskan ulang penjelasan perawat dan mendemonstrasikan kemampuan dalam perawatan sederhana klien tentang pasien pada saat perawatan diri dilakukan.
    Kemampuan menjelaskan dan mendemonstrasikan menunjukan sejauh mana tingkat pemahaman keluarga terhadap materi yang disampaikan.

1 komentar:

  1. Tahukah anda bahwa hewan laut bernama teripang emas ternyata memiliki banyak khasiat dan manfaat bagi kesehatan diantaranya adalah mampu dijadikan Obat Infeksi Pencernaan, Obat Bopeng, Obat Keloid, Obat Infeksi Paru paru, Obat Kusta Alami hal tersebut bukan tanpa bukti melainkan telah banyak orang yang meraskan khasiat dan manfaat luar biasanya.

    BalasHapus