Sabtu, 02 Maret 2013

LP PNEUMONIA



PNEUMONIA

1.    Pengertian
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang mengalami konsolidasi dan darah dialirkan kesekitar alveoli yang tidak berfungsi. Hipoksia dapat terjadi tergantung banyaknya jaringan paru-paru yang sakit (Irman Somantri, 2008: 67).
Pneumonia adalah proses peradangan pada parenkim paru-paru, yang biasanya dihubungkan dengan meningkatnya cairan pada alveoli (Santa Manurung, 2009: 93).
Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang terdapat konsolidasi dan terjadi pengisian rongga alveoli oleh eksudat yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda – benda asing (Arif Muttaqin, 2008: 98).

2.    Etiologi
Adapun etiologi dari pneumonia adalah bakteri, virus, mikoplasma, jamur dan protozoa:
a.    Bakteri: Streptococus Pneumoniae, Staphylococus aureus.
b.    Virus:  influenza, parainfluenza, dan adenovirus.
c.    Jamur: kandidiasis, histoplasmosis dan kriptokokkis.
d.   Protozoa: pneumokistis karinii pneumonia.
Adapun yang dapat menjadi faktor resiko adalah merokok, polusi udara, infeksi saluran pernafasan atas, gangguan kesadaran (alkohol, overdosis obat, anestesi umum), intubasi trakhea, imobilisasi lama, terapi imunosupresif (kortikosteroid, kemoterapi), tidak berfungsinya system imun (AIDS) dan sakit gigi (Santa Manurung, 2009:  94).

3.    Patofisiologi
Agen penyebab pneumonia masuk ke paru-paru melalui inhalasi ataupun aliran darah. Diawali dari saluran pernapasan dan akhirnya masuk kesaluran pernapasan bawah. Kemudian timbul reaksi peradangan pada dinding bronkhus. Sel menjadi radang berisi eksudat dan sel epitel menjadi rusak (Santa Manurung, 2009: 94).
Pohon Masalah
Ada sumber infeksi di saluran pernapasan

Obstruksi mekanik saluran pernapas karena                                        Daya tahan saluran pernapasan
aspirasi bekuan darah, pus, bagian gigi                                                          yang  terganggu
menyumbat, makanan, dan tumor bronkus.



 


Aspirasi bakteri berulang

Peradangan pada bronkus menyebar ke parenkim paru


Terjadi konsolidasi dan pengisian
rongga alveoli oleh eksudat



 
·       Edema trakeal/faringeal
·       Peningkatan produksi sekret        Penurunan jaringan efektif           Reaksi sistemis: bakterimia,
                                                            paru dan kerusakan                        mual,demam, penurunan
  membran alveolar-kapiler             berat badan, dan kelemahan









 


·       Batuk produktif                              Sesak nafas, penggunaan otot    Peningkatan laju metabo-
·       Sesak napas                                      tidak efektif                                     lisme, intake nutrisi tidak
·       Penurunan kemampuan                                                                            adekuat, tubuh makin
batuk efektif                                                                                               kurus, dan ketergantungan
aktivitas sehari-hari








·       1. Ketidak efektifan bersihan jalan napas    



·       2. Gangguan pertukaran gas
       3. Hipertermi
·      4.  Resiko kekurangan volume cairan




 


Gambar 2.9 Patofisiologi pneumonia
yang mengarah pada terjadinya masalah keperawatan
(Arif Muttaqin, 2008: 101)

4.    Tanda dan Gejala
Apabila menemukan klien dengan penyakit pneumonia, maka gejala-gejala yang dapat ditemui pada klien secara umum adalah:
a.  Demam tinggi ≥ 40⁰C
b.    Berkeringat
c.    Batuk dengan sputum yang produktif
d.   Sesak nafas, retraksi intercosta
e.    Sakit kepala
f.     Mudah merasa lelah dan
g.    Nyeri dada (Santa Manurung, 2009: 96).

5.    Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi apabila klien pneumonia tidak tertangani secara cepat dan tepat adalah empiema, empisema, atelektasis, otitis media akut dan meningitis (Santa Manurung, 2009: 97). Bila infeksi terus berlanjut akan terjadi sepsis, gagal napas dan kematian.

6.    Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnosa penyakit pneumonia, maka disamping hasil anamnesa dari klien test diagnostik yang sering dilakukan adalah :
a.    Pemeriksaan rontgen: dapat terlihat infiltrat pada parenkim paru.
b.    Laboratorium:
1)        AGD: dapat menjadi asidosis metabolik dengan atau retensi CO2.
2)        DPL: biasanya terdapat leukositosis. Laju Endap Darah (LED) meningkat.
3)        Elektrolit: natrium dan klorida dapat menurun.
4)        Bilirubin: mungkin meningkat.
5)        Kultur sputum: terdapat mikroorganisme.
6)        Kultur darah: bakteremia sementara.
7)    Test sensitivitas antibiotika
c.    Fungsi paru: volume dapat menurun (Santa Manurung, 2009: 97).

7.    Penatalaksanaan
a.    Penatalaksanaan Keperawatan
Klien yang mengalami retensi sekresi dan gangguan oksigenasi, seperti pneumonia membutuhkan bantuan untuk mengencerkan atau mengeluarkan sekresi. Fisioterapi dada mencakup tiga tehnik; drainase postural, perkusi dada dan vibrasi. Waktu yang optimal untuk melakukan tehnik ini adalah sebelum klien makan dan menjelang klien tidur malam.
Pada tehnik drainase postural, klien dibaringkan dalam berbagai posisi spesifik untuk memudahkan drainase mukus dan sekresi dari bidang paru. Gaya gravitasi digunakan untuk meningkatkan drainase sekresi. Perkusi dilakukan dengan kedua telapak tangan anda yang membentuk “setengah bulan” dengan jari-jari tangan anda rapat satu sama lain. Secara bergantian tepukkan telapak tangan anda tersebut di atas dada klien. Instruksikan klien untuk membatukan dan mengeluarkan sekresi. Tehnik vibrasi dilakukan dengan meletakkan telapak tangan anda dalam posisi rata di atas dada klien dan menggetarkannya (Niluh Gede Yasmin, 2004: 74).
b.    Penatalaksanaan Medis
Klien diposisikan dalam keadaan fowler dengan sudut 45°. Kematian sering kali berhubungan dengan hipotensi, hipoksia, aritmia kordis, dan  penekanan susunan saraf pusat, maka penting untuk dilakukan pengaturan keseimbangan cairan elektrolit dan asam-basa dengan baik, pemberian O2 di alveoli-arteri, dan mencegah hipoksia seluler. Pemberian O2 sebaiknya dalam konsentrasi yang tidak beracun (PO240) untuk mempertahankan PO2 arteri sekitar 60-70 mmHg dan juga penting mengawasi pemeriksaan analisa gas darah.
Pemberian cairan intravena untuk IV line dan pemenuhan hidrasi tubuh untuk mencegah penurunan volume cairan tubuh secara umum. Bronkodilator seperti Aminofilin dapat diberikan untuk memperbaiki drainase sekret dan distribusi ventilasi. Kadang-kadang mungkin timbul dilatasi lambung mendadak, terutama jika pneumonia mengenai lobus bawah yang dapat menyebabkan hipotensi. Jika hipotensi terjadi, segera atasi hipoksemia arteri dengan cara memperbaiki volume intravaskular dan melakukan dekompresi lambung. Kalau hipotensi tidak dapat diatasi, dapat dipasang kateter Swan-Ganz dan  infus Dopamin (2-5µg/kg/menit). Bila perlu dapat diberikan analgesik untuk mengatasi nyeri pleura.
Pemberian antibiotik terpilih, diberikan selama sekurang-kurangnya seminggu sampai klien tidak mengalami sesak napas lagi selama tiga hari dan tidak ada komplikasi lain. Klien dengan abses paru dan empiema memerlukan antibiotik yang lama. Untuk klien yang alergi terdapat Penisilin dapat diberikan Eritromisin. Tetrasiklin jarang digunakan untuk pneumonia karena banyak resisten.
Pemberian sefalosporin harus hati-hati untuk klien yang alergi terhadap Penisilin karena dapat menyebabkan reaksi hipersensitif silang terutama dari tipe anafilaksis. Dalam 12-36 jam, setelah pemberian penisilin, suhu, denyut nadi, frekuensi pernafasan menurun serta nyeri pleura menghilang. Pada ±20% klien, demam berlanjut sampai lebih dari 48 jam setelah obat dikonsumsi (Arif Muttaqin, 2008: 105).

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.   Pengkajian
a.    Anamnesis
        Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dengan pneumonia untuk meminta pertolongan kesehatan adalah sesak napas, batuk berdahak dan peningkatan suhu tubuh/demam.
e.    Pemeriksaan fisik
1)   Keadaan umum
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan pneumonia biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari 40ºC, frekuensi napas meningkat dari frekuensi normal, denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan dan apabila tidak melibatkan infeksi sistematis yang berpengaruh pada hemodinamika kardiovaskuler tekanan darah biasanya tidak ada masalah.

(2)     Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Gerakan pernapasan simetris. Pada klien dengan pneumonia sering ditemukan peningkatan frekuensi napas  cepat dan dangkal, serta danya retraksi sternum dan intercostal space (ICS). Napas cuping hidung pada sesak berat dialami terutama oleh anak-anak.
Batuk dan sputum. Pada saat dilakukan pengkajian batuk pada klien dengan pneumonia, biasanya didapatkan batuk produktif disertai dengan adanya peningkatan produksi sekret dan sekresi sputum yang purulen.  
(3)     Palpasi
Gerakan dinding thoraks anterior/ ekskrusi pernapasan. Pada palpasi klien dengan pneumonia, gerakan dada saat bernapas biasanya normal dan seimbang antara bagian kanan dan kiri.
Getaran suara (fremitus vokal). Taktil fremitus pada klien dengan pneumonia biasanya normal.
(4)   Perkusi
Pasien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi, biasanya didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Bunyi redup perkusi pada klien dengan pneumonia didapatkan apabila bronkhopneumonia menjadi suatu sarang (kunfluens).
(5)   Auskultasi
Pada klien dengan pneumonia, didapatkan bunyi napas melemah dan bunyi napas tambahan ronkhi basah pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana didapatkan adanya ronkhi.

2.  Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien pneumonia menurut Arif Muttaqin (2008), yaitu:
a.    Ketidakefetifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi mukus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema trakheal/faringeal.
b.    Resiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan jaringan efektif paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar-kapiler, dan edema bronkhial.
c.    Hipertermi yang berhubungan dengan reaksi sistemis: bakteremia/viremia, peningkatan laju metabolisme umum.
d.   Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan demam, diaforesis, dan masukan oral sekunder terhadap proses pneumonia.

3.  Intervensi Keperawatan
            Rencana keperawatan menurut Arif Muttaqin (2008: 106)
a.    Ketidakefetifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi mukus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema trakheal/faringeal.

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi kebersihan jalan nafas kembali efektif
Kriteria Hasil :
1)   Klien mampu melakukan batuk efektif.
2)   Pernapasan klien normal (16–20x/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu nafas. Bunyi napas normal, Rh -/- dan pergerakan napas normal.
Intervensi
Rasional
Mandiri
Kaji fungsi pernapasan (bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman, dan penggunaan otot bantu napas).
Penurunan bunyi napas menunjukkan akumulasi sekret dan ketidakefektifan pengeluaran sekresi yang selanjutnya dapat menimbulkan penggunaan otot bantu  napas dan peningkatan kerja pernapasan.
Kaji kemampuan klien mengeluarkan sekresi. Lalu catat karakter dan volume sputum.
Pengeluaran sulit bila sekret sangat kental (efek infeksi dan hidrasi yang tidak adekuat)
Berikan posisi semi/fowler tinggi dan bantu klien latihan napas dalam dan batuk efektif.
Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya bernapas. Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret kejalan napas besar untuk dikeluarkan.

Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan.
Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan sekret dan mengefektifkan  pembersihan jalan napas.

Bersihkan secret dari mulut dan trakea, bila  perlu lakukan pengisapan (suction).
Mencegah obstruksi dan ispirasi. Pengisapan diperlukan bila klien tidak mampu mengeluarkan sekret. Eliminasi lendir dengan suction sebaiknya dilakukan dalam jangka waktu kurang dari 10 menit dengan pengawasan efek samping suction.

Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.
Obat antibiotik.


Pengobatan antibiotik yang ideal berdasarkan pada tes uji resistensi bakteri terhadap jenis antibiotik sehingga lebih mudah mengobati pneumonia.

Agen mukolitik
Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan sekret paru untuk memudahkan pembersihan.
Bronkodilator; jenis aminophilin via intravena.
Bronkodilator meningkatkan diameter lumen percabangan trakheobronkhial sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara.
Kortikosteroid.
Kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia dan bila reaksi inflamasi mengancam kehidupan.

b.    Resiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan jaringan efektif paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar-kapiler, dan edema bronkhial.
Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan Dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan gangguan pertukaran gas tidak terjadi.
Kriteria Hasil:
1)   Melaporkan tak adanya/penurunan dispnea.
2)   Klien menunjukan tidak ada gejala distres pernapasan.
3)   Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan gas darah arteri dalam rentang normal.
Intervensi
Rasional
Mandiri
Kaji dispnea, takipnea, bunyi nafas, peningkatan upaya pernapasan, ekspansi thoraks, dan kelemahan. 
Pneumonia mengakibatkan efek luas pada paru, bermula dari bagian kecil bronkhopenia sampai inflamasi difus yang luas, nekrosis, efusi pleura, dan fibrosis yang luas. Efeknya terhadap pernapasan bervariasi dari gejala ringan, dispnea berat, dan distres pernapasan.

Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis dan perubahan warna kulit – termasuk membran mukosa dan kuku.
Akumulasi sekret dan berkurangnya jaringan paru yang sehat dapat mengganggu oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh.

Ajarkan dan dukung pernapasan bibir selama ekspirasi khususnya untuk klien dengan fibrosis dan kerusakan parenkim paru.
Membuat tahanan melawan udara luar untuk mencegah kolaps/penyempitan jalan napas sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan mengurangi napas pendek.
Tingkatkan tirah baring, batasi aktivitas, dan bantu kebutuhan perawatan diri sehari – hari sesuai keadaan klien.
Menurunkan konsumsi oksigen selama priode penurunan pernapasan dan dapat menurunkan beratnya gejala.
Kolaborasi
Pemeriksaan AGD
Penurunan kadar O2 (PO2) dan/ atau saturasi, peningkatan PCO2 menunjukkan kebutuhan untuk intervensi/perubahan program terapi.
Pemberian oksigen sesuai kebutuhan tambahan.
Terapi oksigen dapat mengoreksi hipoksemia yang terjadi akibat penurunan ventilasi/ menurunnya permukaan alveolar paru.
Kortikosteroid.
Kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia dan bila reaksi inflamasi mengancam kehidupan.

c.    Hipertermi yang berhubungan dengan reaksi sistemis: bakteremia/viremia, peningkatan laju metabolisme umum.
Batas karakteristik :
Foto rontgen thoraks menunjukan adanya pleuritis, suhu di atas 37°C, diaphoresis intermiten, leukosit di atas 10.000/mm³, dan kultur sputum positif.
Kriteria evaluasi : - suhu tubuh normal (36-37°C).
Intervensi
Rasional
Kaji saat timbulnya demam.
Mengidentifikasi pola demam.
Kaji tanda – tanda vital tiap 3 jam atau lebih sering.
Acuan untuk mengetahui keadaan umum klien
Berikan kebutuhan cairan ekstra.
Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan cairan tubuh meningkat, sehingga perlu diimbangi dengan intake cairan yang banyak.
Berikan kompres dingin.
Konduksi suhu membantu menurunkan suhu tubuh.
Mandi dengan air dingin dan selimut yang tidak terlalu tebal memungkinkan terjadinya pelepasan panas secara konduksi dan evaforasi (penguapan). Antipiretik dapat mengontrol demam dengan memengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Cairan dapat membantu mencegah dehidrasi karena meningkatnya metabolisme. Menggigil menandakan tubuh memerlukan panas lebih banyak. 

Kenakan pakaian minimal.
Pakaian yang tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh.
Berikan tindakan untuk memberikan rasa nyaman seperti mengelap bagian punggung klien, mengganti alat tenun yang kering setelah diaforesis, memberi minum hangat, lingkungan yang tenang dengan cahaya yang redup, dan sedatif ringan jika dianjurkan serta memberikan pelembab pada kulit dan bibir.

Tindakan tersebut akan meningkatkan relaksasi. Pelembap membantu mencegah kekeringan dan pecah – pecah di mulut dan di bibir.
Berikan terapi cairan intravena RL 0,5 dan pemberian antipiretik.
Pemberian cairan sangat penting bagi klien dengan suhu tinggi. Pemberiaan cairan merupakan wewenang dokter sehingga perawat perlu berkolaborasi dalam hal ini.

Berikan antibiotic sesuai dengan anjuran dan evaluasi keefektifannya. Tinjau kembali semua obat – obatan yang diberikan. Untuk menghindari efek merugikan akibat interaksi obat, jadwalkan pemberian obat dalam kadar darah yang konsisten.
Antibiotik diperlukan untuk mengatasi infeksi. Efek terapeutik maksimum yang efektif dapat dicapai, jika kadar obat yang ada dalam darah telah konsisten dan dapat dipertahankan. Risiko akibat interaksi obat – obat yang diberikan meningkat dengan adanya efek farmakoterapi berganda. Efek samping akibat interaksi satu obat dengan yang lainnya dapat mengurangi keefektifan pengobatan dari salah satu obat atau keduannya.


d.   Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan demam, diaforesis, dan masukan oral sekunder terhadap proses pneumonia.
Batasan karakteristik :
Menyatakan haus, hipernatremia, membran mukosa kering, urine kental, turgor buruk, berat badan berkurang tiap hari, frekuensi nadi lemah, dan tekanan darah menurun.
Kriteria hasil :
1)   Klien mampu mendemonstrasikan perbaikan status cairan dan elektrolit.
2)   Output urine lebih besar dari 30 ml/jam, berat jenis urine 1,005 – 1,025, natrium serum dalam batas normal, membran lembab, turgor kulit baik, tidak ada penurunan berat badan, dan tidak mengeluh kehausan.
Intervensi
Rasional
Pantau intake dan output cairan tiap 8 jam, timbang BB tiap hari, hasil pemeriksaan analisa urine dan elektrolit serum, kondisi kulit dan membrane mukosa tiap hari.

Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yang diharapkan.
Berikan terapi intravena sesuai dengan anjuran dan berikan dosis pemeliharaan, selain itu berikan pula tindakan – tindakan pencegahan.
Selama fase akut, klien sering kali berada dalam keadaan kondisi yang terlalu lama dan mengalami sesak napas yang parah. Untuk meminum cairan peroral secara adekuat dan mempertahankan hidrasi yang adekuat, jika ada demam, kehilangan cairan akan meningkat karena keringat yang berlebihan. Hal yang terjadi jika demam membaik adalah meningkatnya penguapan karena vasodilatasi perifer, hal ini terjadi sebagai mekanisme kompensasi yang digunakan oleh tubuh untuk mengeluarkan panas.
Berikan cairan peroral sekurang – kurangnya 2 jam sekali. Dukung klien untuk minum cairan yang bening dan mengandung kalori.


Laporkan pada dokter jika ada tanda – tanda kekurangan cairan menetap atau bertaambah parah.
Cairan membantu distribusi obat – obatan dalam tubuh serta membantu menurunkan demam. Cairan bening membantu mencairkan mukus, kalori membantu menanggulangi kehilangan BB.
Ini merupakan tanda – tanda kebutuhan cairan yang meningkat atau mulai timbulnya komplikasi. 

Monitor intake cairan dan output urine tiap 6 jam.
Output urine perlu dimonitor sebagai indikator akan fungsi ginjal dalam melakukan filtrasi cairan yang masuk. 


 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar