PNEUMONIA
1.
Pengertian
Pneumonia adalah
suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian
rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah
yang mengalami konsolidasi dan darah dialirkan kesekitar alveoli yang tidak
berfungsi. Hipoksia dapat terjadi tergantung banyaknya jaringan paru-paru yang
sakit (Irman Somantri, 2008: 67).
Pneumonia adalah
proses peradangan pada parenkim paru-paru, yang biasanya dihubungkan dengan
meningkatnya cairan pada alveoli (Santa Manurung, 2009: 93).
Pneumonia adalah
proses inflamasi parenkim paru yang terdapat konsolidasi dan terjadi pengisian
rongga alveoli oleh eksudat yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur
dan benda – benda asing (Arif Muttaqin, 2008: 98).
2.
Etiologi
Adapun etiologi
dari pneumonia
adalah bakteri, virus, mikoplasma, jamur dan protozoa:
a.
Bakteri:
Streptococus Pneumoniae, Staphylococus aureus.
b.
Virus: influenza, parainfluenza, dan adenovirus.
c.
Jamur:
kandidiasis, histoplasmosis dan kriptokokkis.
d.
Protozoa:
pneumokistis karinii pneumonia.
Adapun yang
dapat menjadi faktor resiko adalah merokok, polusi udara, infeksi saluran
pernafasan atas, gangguan kesadaran (alkohol, overdosis obat, anestesi umum),
intubasi trakhea, imobilisasi lama, terapi imunosupresif (kortikosteroid,
kemoterapi), tidak berfungsinya system imun (AIDS) dan sakit gigi (Santa
Manurung, 2009: 94).
3.
Patofisiologi
Agen penyebab
pneumonia masuk ke paru-paru melalui inhalasi ataupun
aliran darah. Diawali dari saluran pernapasan dan akhirnya masuk kesaluran
pernapasan bawah. Kemudian timbul reaksi peradangan pada dinding bronkhus. Sel
menjadi radang berisi eksudat dan sel epitel menjadi rusak (Santa Manurung,
2009: 94).
Pohon
Masalah
Ada sumber infeksi di saluran pernapasan
Obstruksi
mekanik saluran pernapas karena Daya tahan
saluran pernapasan
aspirasi
bekuan darah, pus, bagian gigi yang terganggu
menyumbat, makanan, dan tumor bronkus.
Aspirasi bakteri berulang
Peradangan pada bronkus menyebar ke
parenkim paru
Terjadi konsolidasi dan pengisian
rongga alveoli oleh eksudat
· Edema
trakeal/faringeal
· Peningkatan
produksi sekret Penurunan jaringan
efektif Reaksi sistemis: bakterimia,
paru
dan kerusakan mual,demam,
penurunan
membran alveolar-kapiler berat badan, dan kelemahan
·
Batuk
produktif Sesak
nafas, penggunaan otot Peningkatan laju
metabo-
·
Sesak
napas tidak efektif lisme,
intake nutrisi tidak
·
Penurunan
kemampuan adekuat,
tubuh makin
batuk efektif kurus,
dan ketergantungan
aktivitas sehari-hari
· 1. Ketidak
efektifan bersihan jalan napas
|
|||||
· 2. Gangguan
pertukaran gas
3. Hipertermi
· 4. Resiko
kekurangan volume cairan
|
|||||
Gambar 2.9 Patofisiologi pneumonia
yang mengarah pada
terjadinya masalah keperawatan
(Arif Muttaqin, 2008: 101)
4.
Tanda dan Gejala
Apabila
menemukan klien dengan penyakit pneumonia, maka gejala-gejala
yang dapat ditemui pada klien secara umum adalah:
a. Demam tinggi ≥ 40⁰C
b.
Berkeringat
c.
Batuk
dengan sputum yang produktif
d.
Sesak
nafas, retraksi intercosta
e.
Sakit
kepala
f.
Mudah
merasa lelah dan
g.
Nyeri
dada (Santa Manurung, 2009: 96).
5.
Komplikasi
Komplikasi yang
dapat terjadi apabila klien pneumonia tidak tertangani secara cepat dan tepat
adalah empiema, empisema, atelektasis, otitis media akut dan meningitis (Santa
Manurung, 2009: 97). Bila infeksi terus berlanjut akan terjadi sepsis, gagal napas dan kematian.
6.
Pemeriksaan
Penunjang
Untuk menegakkan diagnosa penyakit
pneumonia, maka disamping hasil anamnesa dari klien test diagnostik yang sering
dilakukan adalah :
a.
Pemeriksaan
rontgen: dapat terlihat infiltrat pada parenkim paru.
b.
Laboratorium:
1)
AGD:
dapat menjadi asidosis metabolik dengan atau retensi CO2.
2)
DPL:
biasanya terdapat leukositosis. Laju Endap Darah (LED) meningkat.
3)
Elektrolit:
natrium dan klorida dapat menurun.
4)
Bilirubin:
mungkin meningkat.
5)
Kultur
sputum: terdapat mikroorganisme.
6)
Kultur
darah: bakteremia
sementara.
7) Test sensitivitas antibiotika
7) Test sensitivitas antibiotika
c.
Fungsi
paru: volume dapat menurun (Santa Manurung, 2009: 97).
7.
Penatalaksanaan
a.
Penatalaksanaan
Keperawatan
Klien yang mengalami
retensi sekresi dan gangguan oksigenasi, seperti pneumonia membutuhkan bantuan
untuk mengencerkan atau mengeluarkan sekresi. Fisioterapi dada mencakup tiga
tehnik; drainase postural, perkusi dada dan vibrasi. Waktu yang optimal untuk
melakukan tehnik ini adalah sebelum klien makan dan menjelang klien tidur
malam.
Pada tehnik
drainase postural, klien dibaringkan dalam berbagai posisi spesifik untuk
memudahkan drainase mukus dan sekresi dari bidang paru. Gaya gravitasi
digunakan untuk meningkatkan drainase sekresi. Perkusi dilakukan dengan kedua
telapak tangan anda yang membentuk “setengah bulan” dengan jari-jari
tangan anda rapat satu sama lain. Secara bergantian tepukkan telapak tangan
anda tersebut di atas dada klien. Instruksikan klien untuk membatukan dan
mengeluarkan sekresi. Tehnik vibrasi dilakukan dengan meletakkan telapak tangan
anda dalam posisi rata di atas dada klien dan menggetarkannya (Niluh Gede
Yasmin, 2004: 74).
b.
Penatalaksanaan
Medis
Klien
diposisikan dalam keadaan fowler dengan sudut 45°. Kematian
sering kali berhubungan dengan hipotensi, hipoksia, aritmia kordis, dan penekanan susunan saraf pusat, maka penting
untuk dilakukan pengaturan keseimbangan cairan elektrolit dan asam-basa
dengan baik, pemberian O2 di alveoli-arteri,
dan mencegah hipoksia seluler. Pemberian O2 sebaiknya dalam konsentrasi yang tidak
beracun (PO240) untuk
mempertahankan PO2
arteri
sekitar 60-70
mmHg dan juga penting mengawasi pemeriksaan analisa gas darah.
Pemberian cairan
intravena untuk IV line dan pemenuhan
hidrasi tubuh untuk mencegah penurunan volume cairan tubuh secara umum.
Bronkodilator seperti Aminofilin dapat diberikan untuk memperbaiki drainase
sekret dan distribusi ventilasi. Kadang-kadang mungkin
timbul dilatasi lambung mendadak, terutama jika pneumonia mengenai lobus bawah
yang dapat menyebabkan hipotensi. Jika hipotensi terjadi, segera atasi
hipoksemia arteri dengan cara memperbaiki volume intravaskular dan melakukan
dekompresi lambung. Kalau hipotensi tidak dapat diatasi, dapat dipasang kateter
Swan-Ganz
dan infus Dopamin (2-5µg/kg/menit). Bila
perlu dapat diberikan analgesik untuk mengatasi nyeri pleura.
Pemberian
antibiotik terpilih, diberikan selama sekurang-kurangnya
seminggu sampai klien tidak mengalami sesak napas lagi selama tiga hari dan
tidak ada komplikasi lain. Klien dengan abses paru dan empiema memerlukan
antibiotik yang lama. Untuk klien yang alergi terdapat Penisilin dapat
diberikan Eritromisin. Tetrasiklin jarang digunakan untuk pneumonia karena
banyak resisten.
Pemberian
sefalosporin harus hati-hati untuk klien yang alergi
terhadap Penisilin karena dapat menyebabkan reaksi hipersensitif silang
terutama dari tipe anafilaksis. Dalam 12-36 jam, setelah
pemberian penisilin, suhu, denyut nadi, frekuensi pernafasan menurun serta
nyeri pleura menghilang. Pada ±20% klien, demam berlanjut sampai lebih dari 48
jam setelah obat dikonsumsi (Arif Muttaqin, 2008: 105).
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
a.
Anamnesis
Keluhan
utama yang sering menjadi alasan klien dengan pneumonia untuk meminta
pertolongan kesehatan adalah sesak napas, batuk berdahak dan peningkatan suhu
tubuh/demam.
e.
Pemeriksaan fisik
1)
Keadaan umum
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
pada klien dengan pneumonia biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih
dari 40ºC, frekuensi napas meningkat dari frekuensi normal, denyut nadi
biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi
pernapasan dan apabila tidak melibatkan infeksi sistematis yang berpengaruh
pada hemodinamika kardiovaskuler tekanan darah biasanya tidak ada masalah.
(2)
Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Gerakan pernapasan simetris. Pada klien
dengan pneumonia sering ditemukan peningkatan frekuensi napas cepat dan dangkal, serta danya retraksi
sternum dan intercostal space (ICS). Napas cuping hidung pada sesak berat
dialami terutama oleh anak-anak.
Batuk dan sputum. Pada saat dilakukan pengkajian batuk pada klien dengan
pneumonia, biasanya didapatkan batuk produktif disertai dengan adanya
peningkatan produksi sekret dan sekresi sputum yang purulen.
(3)
Palpasi
Gerakan dinding thoraks anterior/ ekskrusi pernapasan. Pada palpasi klien
dengan pneumonia, gerakan dada saat bernapas biasanya normal dan seimbang
antara bagian kanan dan kiri.
Getaran suara (fremitus vokal). Taktil fremitus pada klien dengan pneumonia
biasanya normal.
(4)
Perkusi
Pasien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi, biasanya didapatkan
bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Bunyi redup perkusi pada
klien dengan pneumonia didapatkan apabila bronkhopneumonia menjadi suatu sarang
(kunfluens).
(5)
Auskultasi
Pada klien dengan pneumonia, didapatkan bunyi napas melemah dan bunyi napas
tambahan ronkhi basah pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa
untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana didapatkan adanya
ronkhi.
2. Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa
keperawatan yang sering muncul pada pasien pneumonia menurut Arif Muttaqin
(2008), yaitu:
a.
Ketidakefetifan
bersihan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi mukus yang kental,
kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema trakheal/faringeal.
b.
Resiko
tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan jaringan efektif
paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar-kapiler,
dan edema bronkhial.
c.
Hipertermi
yang berhubungan dengan reaksi sistemis: bakteremia/viremia, peningkatan laju
metabolisme umum.
d.
Resiko
kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan demam, diaforesis, dan masukan
oral sekunder terhadap proses pneumonia.
3. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan menurut Arif
Muttaqin (2008: 106)
a.
Ketidakefetifan
bersihan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi mukus yang kental,
kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema trakheal/faringeal.
Tujuan :
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan Dalam waktu 3 x 24 jam setelah
diberikan intervensi kebersihan jalan nafas kembali efektif
Kriteria Hasil :
1)
Klien
mampu melakukan batuk efektif.
2)
Pernapasan
klien normal (16–20x/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu nafas. Bunyi napas
normal, Rh -/- dan pergerakan napas normal.
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
Kaji fungsi
pernapasan (bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman, dan
penggunaan otot bantu napas).
|
Penurunan
bunyi napas menunjukkan akumulasi sekret dan ketidakefektifan pengeluaran
sekresi yang selanjutnya dapat menimbulkan penggunaan otot bantu napas dan peningkatan kerja pernapasan.
|
Kaji kemampuan
klien mengeluarkan sekresi. Lalu catat karakter dan volume sputum.
|
Pengeluaran
sulit bila sekret sangat kental (efek infeksi dan hidrasi yang tidak adekuat)
|
Berikan posisi
semi/fowler tinggi dan bantu klien latihan napas dalam dan batuk efektif.
|
Posisi fowler
memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya bernapas. Ventilasi maksimal
membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret kejalan napas besar
untuk dikeluarkan.
|
Pertahankan
intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan.
|
Hidrasi yang
adekuat membantu mengencerkan sekret dan mengefektifkan pembersihan jalan napas.
|
Bersihkan
secret dari mulut dan trakea, bila
perlu lakukan pengisapan (suction).
|
Mencegah
obstruksi dan ispirasi. Pengisapan diperlukan bila klien tidak mampu
mengeluarkan sekret. Eliminasi lendir dengan suction sebaiknya dilakukan
dalam jangka waktu kurang dari 10 menit dengan pengawasan efek samping
suction.
|
Kolaborasi pemberian
obat sesuai indikasi.
Obat
antibiotik.
|
Pengobatan
antibiotik yang ideal berdasarkan pada tes uji resistensi bakteri terhadap
jenis antibiotik sehingga lebih mudah mengobati pneumonia.
|
Agen mukolitik
|
Agen mukolitik
menurunkan kekentalan dan perlengketan sekret paru untuk memudahkan
pembersihan.
|
Bronkodilator;
jenis aminophilin via intravena.
|
Bronkodilator
meningkatkan diameter lumen percabangan trakheobronkhial sehingga menurunkan
tahanan terhadap aliran udara.
|
Kortikosteroid.
|
Kortikosteroid
berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia dan bila reaksi inflamasi
mengancam kehidupan.
|
b.
Resiko
tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan jaringan
efektif paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar-kapiler,
dan edema bronkhial.
Tujuan :
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan Dalam waktu 2 x 24 jam setelah
diberikan gangguan pertukaran gas tidak terjadi.
Kriteria Hasil:
1)
Melaporkan
tak adanya/penurunan dispnea.
2)
Klien
menunjukan tidak ada gejala distres pernapasan.
3)
Menunjukkan
perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan gas darah arteri dalam
rentang normal.
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
Kaji dispnea,
takipnea, bunyi nafas, peningkatan upaya pernapasan, ekspansi thoraks, dan
kelemahan.
|
Pneumonia
mengakibatkan efek luas pada paru, bermula dari bagian kecil bronkhopenia
sampai inflamasi difus yang luas, nekrosis, efusi pleura, dan fibrosis yang
luas. Efeknya terhadap pernapasan bervariasi dari gejala ringan, dispnea
berat, dan distres pernapasan.
|
Evaluasi
perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis dan perubahan warna kulit –
termasuk membran mukosa dan kuku.
|
Akumulasi
sekret dan berkurangnya jaringan paru yang sehat dapat mengganggu oksigenasi
organ vital dan jaringan tubuh.
|
Ajarkan dan
dukung pernapasan bibir selama ekspirasi khususnya untuk klien dengan
fibrosis dan kerusakan parenkim paru.
|
Membuat
tahanan melawan udara luar untuk mencegah kolaps/penyempitan jalan napas
sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan mengurangi napas pendek.
|
Tingkatkan
tirah baring, batasi aktivitas, dan bantu kebutuhan perawatan diri sehari –
hari sesuai keadaan klien.
|
Menurunkan
konsumsi oksigen selama priode penurunan pernapasan dan dapat menurunkan
beratnya gejala.
|
Kolaborasi
Pemeriksaan
AGD
|
Penurunan
kadar O2 (PO2) dan/ atau
saturasi, peningkatan PCO2 menunjukkan kebutuhan untuk intervensi/perubahan
program terapi.
|
Pemberian
oksigen sesuai kebutuhan tambahan.
|
Terapi oksigen
dapat mengoreksi hipoksemia yang terjadi akibat penurunan ventilasi/
menurunnya permukaan alveolar paru.
|
Kortikosteroid.
|
Kortikosteroid
berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia dan bila reaksi inflamasi
mengancam kehidupan.
|
c.
Hipertermi
yang berhubungan dengan reaksi sistemis: bakteremia/viremia, peningkatan laju
metabolisme umum.
Batas karakteristik :
Foto
rontgen thoraks menunjukan adanya pleuritis, suhu di atas 37°C,
diaphoresis intermiten, leukosit di atas 10.000/mm³, dan kultur
sputum positif.
Kriteria evaluasi : - suhu tubuh normal
(36-37°C).
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji saat
timbulnya demam.
|
Mengidentifikasi
pola demam.
|
Kaji tanda –
tanda vital tiap 3 jam atau lebih sering.
|
Acuan untuk
mengetahui keadaan umum klien
|
Berikan
kebutuhan cairan ekstra.
|
Peningkatan
suhu tubuh mengakibatkan penguapan cairan tubuh meningkat, sehingga perlu
diimbangi dengan intake cairan yang banyak.
|
Berikan
kompres dingin.
|
Konduksi suhu
membantu menurunkan suhu tubuh.
Mandi dengan
air dingin dan selimut yang tidak terlalu tebal memungkinkan terjadinya
pelepasan panas secara konduksi dan evaforasi (penguapan). Antipiretik dapat
mengontrol demam dengan memengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus.
Cairan dapat membantu mencegah dehidrasi karena meningkatnya metabolisme.
Menggigil menandakan tubuh memerlukan panas lebih banyak.
|
Kenakan
pakaian minimal.
|
Pakaian yang
tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh.
|
Berikan
tindakan untuk memberikan rasa nyaman seperti mengelap bagian punggung klien,
mengganti alat tenun yang kering setelah diaforesis, memberi minum hangat,
lingkungan yang tenang dengan cahaya yang redup, dan sedatif ringan jika
dianjurkan serta memberikan pelembab pada kulit dan bibir.
|
Tindakan
tersebut akan meningkatkan relaksasi. Pelembap membantu mencegah kekeringan
dan pecah – pecah di mulut dan di bibir.
|
Berikan terapi
cairan intravena RL 0,5 dan pemberian antipiretik.
|
Pemberian
cairan sangat penting bagi klien dengan suhu tinggi. Pemberiaan cairan
merupakan wewenang dokter sehingga perawat perlu berkolaborasi dalam hal ini.
|
Berikan
antibiotic sesuai dengan anjuran dan evaluasi keefektifannya. Tinjau kembali
semua obat – obatan yang diberikan. Untuk menghindari efek merugikan akibat
interaksi obat, jadwalkan pemberian obat dalam kadar darah yang konsisten.
|
Antibiotik
diperlukan untuk mengatasi infeksi. Efek terapeutik maksimum yang efektif
dapat dicapai, jika kadar obat yang ada dalam darah telah konsisten dan dapat
dipertahankan. Risiko akibat interaksi obat – obat yang diberikan meningkat
dengan adanya efek farmakoterapi berganda. Efek samping akibat interaksi satu
obat dengan yang lainnya dapat mengurangi keefektifan pengobatan dari salah
satu obat atau keduannya.
|
d.
Resiko
kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan demam, diaforesis, dan masukan
oral sekunder terhadap proses pneumonia.
Batasan karakteristik :
Menyatakan haus,
hipernatremia, membran mukosa kering, urine kental, turgor buruk, berat badan
berkurang tiap hari, frekuensi nadi lemah, dan tekanan darah menurun.
Kriteria hasil :
1)
Klien
mampu mendemonstrasikan perbaikan status cairan dan elektrolit.
2)
Output
urine lebih besar dari 30 ml/jam, berat jenis urine 1,005 – 1,025, natrium
serum dalam batas normal, membran lembab, turgor kulit baik, tidak ada
penurunan berat badan, dan tidak mengeluh kehausan.
Intervensi
|
Rasional
|
Pantau intake
dan output cairan tiap 8 jam, timbang BB tiap hari, hasil pemeriksaan analisa
urine dan elektrolit serum, kondisi kulit dan membrane mukosa tiap hari.
|
Mengidentifikasi
kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yang diharapkan.
|
Berikan terapi
intravena sesuai dengan anjuran dan berikan dosis pemeliharaan, selain itu
berikan pula tindakan – tindakan pencegahan.
|
Selama fase
akut, klien sering kali berada dalam keadaan kondisi yang terlalu lama dan
mengalami sesak napas yang parah. Untuk meminum cairan peroral secara adekuat
dan mempertahankan hidrasi yang adekuat, jika ada demam, kehilangan cairan
akan meningkat karena keringat yang berlebihan. Hal yang terjadi jika demam
membaik adalah meningkatnya penguapan karena vasodilatasi perifer, hal ini
terjadi sebagai mekanisme kompensasi yang digunakan oleh tubuh untuk
mengeluarkan panas.
|
Berikan cairan
peroral sekurang – kurangnya 2 jam sekali. Dukung klien untuk minum cairan
yang bening dan mengandung kalori.
Laporkan pada
dokter jika ada tanda – tanda kekurangan cairan menetap atau bertaambah
parah.
|
Cairan
membantu distribusi obat – obatan dalam tubuh serta membantu menurunkan
demam. Cairan bening membantu mencairkan mukus, kalori membantu menanggulangi
kehilangan BB.
Ini merupakan
tanda – tanda kebutuhan cairan yang meningkat atau mulai timbulnya
komplikasi.
|
Monitor intake
cairan dan output urine tiap 6 jam.
|
Output urine
perlu dimonitor sebagai indikator akan fungsi ginjal dalam melakukan filtrasi
cairan yang masuk.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar