HEMAPTOE
A. Definisi
Hemoptoe
adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan batuk darah atau s
Batuk darah adalah batuk yang disertai pengeluaran darah dari paru atau saluran pernapasan.
Batuk darah adalah batuk yang disertai pengeluaran darah dari paru atau saluran pernapasan.
Hemoptoe atau
batuk darah adalah ekspektorasi darah atau dahak mengandung darah, berasal dari
saluran napas di bawah pita suara
B. Perbedaan hemoptoe (batuk darah) dengan hematomesis (muntah darah)
KEADAAN
|
HEMAPTOE
|
HEMATOMESIS
|
Prodromal
|
Rasa tidak enak di tenggorokan, ingin batuk
|
Mual,
stomach distress
|
Onset
|
Darah
dibatukkan,
|
Darah
dimuntahkan
|
Penampilan
darah
|
Berbuih, bisa bergumpal-gumpal
|
Tidak
berbuih
|
Warna
|
Merah
segar
|
Merah kecoklatan/kehitaman
|
Isi
|
Lekosit,
mikroorganisme, makrofag, hemosiderin
|
Sisa
makanan
|
Reaksi
|
Alkalis
(pH tinggi)
|
Asam
(pH rendah)
|
Riwayat
Penyakit Dahulu
|
Menderita
kelainan paru (TB Paru, bronkiektasis dan abses paru)
|
Gangguan lambung (gastitis kronis, ulkus peptikum), kelainan
hepar, perdarahan usus
|
Anemi
|
Kadang-kadang
|
Selalu
|
Tinja
|
Warna feces normal
|
Warna feces kehitam
|
C. Etiologi
Penyebab hemoptoe
banyak, tapi secara sederhana dapat dibagi dalam 3 kelompok yaitu : infeksi,
tumor dan kelainan kardiovaskular.
Penyebab dari batuk darah
(hemoptoe) dapat dibagi atas :
1. Infeksi (tuberkulosis, abses
paru, pneumonia, dan kaverne oleh karena jamur dan sebagainya.)
2.
Kardiovaskuler (stenosis mitralis dan aneurisma aorta.)
3.
Neoplasma (karsinoma bronkogenik,poliposis bronkus, metastasis endobronkial dari massa
tumor ekstratorakal.)
4. Perdarahan paru (Sistemic Lupus Eritematosus, Goodpasture’s syndrome, Idiopthic pulmonary haemosiderosis, Bechet’s syndrome.)
5.
Benda
asing di saluran pernapasan.
6.
Faktor-faktor
ekstrahepatik dan abses amuba.
7. Cedera pada dada/trauma (Kontusio pulmonal, transtorakal biopsi memakai jarum.)
8. Kelainan pembuluh darah (Malformasi arteriovena, Hereditary haemorrhagic teleangiectasis.)
7. Cedera pada dada/trauma (Kontusio pulmonal, transtorakal biopsi memakai jarum.)
8. Kelainan pembuluh darah (Malformasi arteriovena, Hereditary haemorrhagic teleangiectasis.)
D. Patofisiologi
Setiap proses
yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi dari cabang-cabang
arteri bronkialis.Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal
dengan aneurisma Rasmussen. Pemekaran pembuluh darah ini berasal dari cabang
pembuluh darah bronkial. Diduga hal ini terjadi disebabkan adanya
anastomosis pembuluh darah bronkial dan pulmonal. Pecahnya pembuluh darah
pulmonal ini dapat menimbulkan hemoptisis masif. Teori terjadinya
perdarahan akibat pecahnya aneurisma dari Ramussen ini telah lama dianut, akan
tetapi beberapa laporan autopsi membuktikan bahwa terdapatnya
hipervaskularisasi bronkus yang merupakan percabangan dari arteri bronkialis
lebih banyak merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe.
E. Klasifikasi
Berdasarkan jumlah darah
yang dikeluarkan maka hemoptisis dapat dibagi atas :
1. Hemoptisis
Bila darah yang dikeluarkan adalah 100-160
cc dalam 24 jam.
2. Hemaptoe massif
- Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam
- Bila perdarahan kurang dari 600 cc dan lebih dari 250 cc / 24 jam, akan tetapi Hb kurang dari 10 g%.
- Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam dan Hb kurang dari 10 g%, tetapi dalam pengamatan 48 jam ternyata darah tidak berhenti.
Oleh karena itu suatu nilai
kegawatan dari hemoptoe ditentukan oleh :
- Apakah terjadi tanda-tanda hipotensi yang mengarah pada renjatan hipovolemik (hypovolemik shock).
- Apakah terjadi obstruksi total maupun parsial dari bronkus yang dapat dinilai dengan adanya iskemik miokardium, baik berupa gangguan aritmia, gangguan mekanik pada jantung, maupun aliran darah serebral. Dalam hal kedua ini dilakukan pemantauan terhadap gas darah, disamping menentukan fungsi-fungsi vital. Oleh karena itu suatu tingkat kegawatan hemoptoe dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu bentuk akut berupa asfiksia, sedangkan bentuk yang lain berupa renjatan hipovolemik.
Bila terjadi hemaptoe, maka harus
dilakukan penilaian terhadap:
- Warna darah untuk membedakannya dengan hematemesis.
- Lamanya perdarahan.
- Terjadinya mengi (wheezing) untuk menilai besarnya obstruksi.
- Keadaan umum pasien, tekanan darah, nadi, respirasi dan tingkat kesadaran.
Klasifikasi menurut Pusel :
- + : batuk dengan perdarahan yang hanya dalam bentuk garis-garis dalam sputum
- ++ : batuk dengan perdarahan 1 – 30 ml
- +++ : batuk dengan perdarahan 30 – 150 ml
- ++++ : batuk dengan perdarahan > 150 ml
Positif satu dan dua dikatakan masih
ringan, positif tiga hemoptisis sedang, positif empat termasuk di dalam
kriteria hemoptisis masif.
F. Diagnosis
Hal utama yang penting adalah memastikan apakah
darah benar-benar bukan dari muntahan dan tidak berlangsung saat perdarahan
hidung. Hemoptisis sering mudah dilacak dari riwayat. Dapat ditemukan bahwa
pada hematemesis darah berwarna kecoklatan atau kehitaman dan sifatnya asam.
Darah dari epistaksis dapat tertelan kembali melalui faring dan terbatukkan
yang disadari penderita serta adanya darah yang memancar dari hidung.
Untuk menegakkan diagnosis, seperti halnya pada penyakit lain perlu
dilakukan urutan-urutan dari anamnesis yang teliti hingga pemeriksaan fisik
maupun penunjang sehingga penanganannya dapat disesuaikan.
1. Anamnesis
Untuk mendapatkan riwayat penyakit yang
lengkap sebaiknya diusahakan untuk mendapatkan data-data :
a. Jumlah dan warna darah
b. Lamanya perdarahan
c. Batuknya produktif atau tidak
d. Batuk terjadi sebelum atau sesudah
perdarahan
e. Sakit dada, substernal atau pleuritik
f. Hubungannya perdarahan dengan : istirahat,
gerakan fisik, posisi badan dan batuk
g. Wheezing
h. Riwayat penyakit paru atau jantung
terdahulu.
i. Perdarahan di tempat lain serempak dengan
batuk darah
j. Perokok berat dan telah berlangsung lama
k. Sakit pada tungkai atau adanya
pembengkakan serta sakit dada
l. Hematuria yang disertai dengan batuk
darah.
2. Pemeriksaan fisik
Pada
pemeriksaan fisik dicari gejala/tanda lain di luar paru yang dapat mendasari
terjadinya batuk darah, antara lain : jari tabuh, bising sistolik dan opening
snap, pembesaran kelenjar limfe, ulserasi septum nasalis, teleangiektasi.
3. Pemeriksaan penunjang
Foto toraks
dalam posisi AP-Lat : Gambaran opasitas dapat menunjukkan tempat perdarahannya.
4. Pemeriksaan bronkoskopi
Sebaiknya
dilakukan sebelum perdarahan berhenti, karena dengan demikian sumber perdarahan
dapat diketahui.
Adapun
indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah :
a.
Bila radiologik tidak didapatkan kelainan
b.
Batuk darah yang berulang – ulang
c. Batuk darah masif : sebagai tindakan
terapeutik
Tindakan bronkoskopi merupakan sarana
untuk menentukan diagnosis, lokasi perdarahan, maupun persiapan operasi, namun
waktu yang tepat untuk melakukannya merupakan pendapat yang masih
kontroversial, mengingat bahwa selama masa perdarahan, bronkoskopi akan
menimbulkan batuk yang lebih impulsif, sehingga dapat memperhebat perdarahan
disamping memperburuk fungsi pernapasan. Lavase dengan bronkoskop fiberoptic
dapat menilai bronkoskopi merupakan hal yang mutlak untuk menentukan lokasi
perdarahan.
Dalam mencari sumber perdarahan pada lobus
superior, bronkoskop serat optik jauh lebih unggul, sedangkan bronkoskop metal/rigid
sangat bermanfaat dalam membersihkan jalan napas dari bekuan darah serta
mengambil benda asing, disamping itu dapat melakukan penamponan dengan balon
khusus di tempat terjadinya perdarahan.
G. Penatalaksanaan
Pada umumnya hemoptisis ringan tidak diperlukan
perawatan khusus dan biasanya berhenti sendiri. Yang perlu mendapat perhatian
yaitu hemaptoe masif.
Tujuan pokok terapi ialah :
1. Mencegah tersumbatnya
saluran napas oleh darah yang beku
2. Mencegah kemungkinan
penyebaran infeksi
3. Menghentikan perdarahan
Sasaran-sasaran terapi yang utama adalah
memberikan suport kardiopulmaner dan mengendalikan perdarahan sambil mencegah
asfiksia yang merupakan penyebab utama kematian pada para pasien dengan
hemoptisis masif.
Masalah utama dalam hemoptoe adalah terjadinya
pembekuan dalam saluran napas yang menyebabkan obstruksi jalan napas. Bila terjadi obstruksi jalan napas,
akan menyebabkan kegagalan organ yang
multipel dan kematian dalam waktu singkat. Meskipun hemaptoe dalam jumlah darah yang sedikit tetapi dengan refleks batuk yang buruk pun juga dapat
menyebabkan kematian. Dalam jumlah banyak dapat menimbukan renjatan
hipovolemik.
Pada prinsipnya, terapi
yang dapat dilakukan adalah :
1. Terapi konservatif
Cek dan observasi jalan napas, pastikan tidak ada sumbatan jalan napas, rasakan aliran udara pada lubang hidung atau lihat turun naik dada, bila pasien kesulitan/tidak bernapas segera lakukan suction
Cek dan observasi jalan napas, pastikan tidak ada sumbatan jalan napas, rasakan aliran udara pada lubang hidung atau lihat turun naik dada, bila pasien kesulitan/tidak bernapas segera lakukan suction
a. Tenangkan pasien. Pasien harus dalam keadaan posisi
istirahat, yakni posisi miring ( Trendelendburg/lateral decubitus). Kepala
lebih rendah dan miring ke sisi yang sakit untuk mencegah aspirasi darah ke
paru yang sehat.
b. Melakukan suction dengan kateter
setiap terjadi perdarahan.(bila kemampuan batuk menurun/pasien tidak sadar)
c. Batuk secara perlahan-lahan untuk
mengeluarkan darah di dalam saluran saluran napas untuk mencegah bahaya
sufokasi.
d. Dada dikompres dengan es-kap, hal ini
biasanya menenangkan penderita.
e. Posisi tidur telentang tanpa bantal dengan bagian kaki ditinggikan disaat tidak batuk, bedrest total, batasi aktifitas selama hemaptoe.
f. Pemberian obat–obat penghenti perdarahan (obat–obat hemostasis), misalnya Adona, Kalnex, Asam Traxenamat, (dLL sesuai advis dokter)
f. Pemberian obat–obat penghenti perdarahan (obat–obat hemostasis), misalnya Adona, Kalnex, Asam Traxenamat, (dLL sesuai advis dokter)
g. Antibiotika untuk mencegah infeksi
sekunder.
h. Pemberian cairan atau transfusi darah sesuai dengan
banyaknya perdarahan yang terjadi.(Hb < 10 gr%)
i. Pemberian oksigen bila disertai keluhan sesak napas
Tindakan selanjutnya bila mungkin :
a. Menentukan asal perdarahan dengan
bronkoskopi
b. Menentukan penyebab dan mengobatinya,
misal aspirasi darah dengan bronkoskopi dan pemberian adrenalin pada sumber
perdarahan.
2. Terapi pembedahan
Reseksi bedah segera pada
tempat perdarahan merupakan pilihan.
Tindakan operasi ini
dilakukan atas pertimbangan :
a. Terjadinya hemoptisis
masif yang mengancam kehidupan pasien.
b. Pengalaman berbagai penyelidik
menunjukkan bahwa angka kematian pada perdarahan yang masif menurun dari 70%
menjadi 18% dengan tindakan operasi.
c. Etiologi dapat
dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya hemoptoe yang berulang dapat
dicegah.
Sebelum
pembedahan dilakukan, sedapat mungkin diperiksa faal paru dan dipastikan asal
perdarahannya, sedang jenis pembedahan berkisar dari segmentektomi, lobektomi
dan pneumonektomi dengan atau tanpa torakoplasti.
Penting juga
dilakukan usaha-usaha untuk menghentikan perdarahan. Metode yang mungkin
digunakan adalah :
a.
Dengan memberikan cairan es garam yang dilakukan
dengan bronkoskopi serat lentur dengan posisi pada lokasi bronkus yang
berdarah. Masukkan larutan NaCl
fisiologis pada suhu 4°C sebanyak 50 cc, diberikan selama 30-60 detik. Cairan
ini kemudian dihisap dengan suction.
b.
Dengan
menggunakan kateter balon yang panjangnya 20 cm penampang 8,5 mm.
H.
Prognosis
Pada hemoptoe
idiopatik prognosisnya baik kecuali bila penderita mengalami hemoptoe yang
rekuren, sedangkan pada hemoptoe sekunder ada beberapa faktor :
1.
Tingkatan hemoptoe : hemoptoe yang terjadi pertama kali
mempunyai prognosis yang lebih baik.
2.
Macam penyakit dasar yang menyebabkan hemoptoe.
3. Cepatnya kita bertindak, misalnya bronkoskopi yang
segera dilakukan untuk menghisap darah yang beku di bronkus dapat menyelamatkan
penderita.
4. Bila terjadi obstruksi jalan napas oleh bekuan darah, apabila tidak segera ditangani, akan menyebabkan kematian dalam waktu 5-8 menit.
4. Bila terjadi obstruksi jalan napas oleh bekuan darah, apabila tidak segera ditangani, akan menyebabkan kematian dalam waktu 5-8 menit.
J.
Asuhan
Keperawatan
Anamnesa / keluhan
utama :
Pasien mengeluh batuk berdarah, dada terasa perih
TTV :
TD, RR, N, T .......kesadaran CM, GCS 456 , BB 40 Kg
Inspeksi :
Tampak batuk berdarah, merah segar, ± 600 cc,
bergumpal-gumpal, KU lemah
Palpasi :
Taktil fremitus : getaran teraba simetris
Perkusi :
Sonor simetris
Auskultasi :
Vesikuler menurun di paru kanan
Foto thorax :
Gambaran infiltrat dikedua paru
Lab :
HB 10 gr%
Analisa Data
DATA
|
ETIOLOGI
|
PROBLEM
|
DS :
Pasien mengeluh batuk berdarah dan dada terasa perih
DO :
TTV :
TD..., RR..., N..., T ..., kesadaran CM, GCS 456
Inspeksi :
Tampak batuk berdarah, merah segar, ± 600 cc,
bergumpal-gumpal, KU lemah
Auskultasi :
Vesikuler menurun di paru kanan
Foto thorax :
Gambaran infiltrat dikedua paru
|
Batuk darah massif
|
Risti terjadinya obstruksi jalan napas
|
Rencana Interensi
Risti terjadinya obstruksi jalan napas B/D batuk darah
massif, ditandai dengan :
DS :
Pasien mengeluh batuk berdarah dan dada terasa perih
DO :
TTV :
TD..., RR..., N..., T ..., kesadaran CM, GCS 456
Inspeksi :
Tampak batuk berdarah, merah segar, ± 600 cc,
bergumpal-gumpal, KU lemah
Auskultasi :
Vesikuler menurun di paru kanan
Foto thorax :
Gambaran infiltrat dikedua paru
Tujuan :
Dalam waktu ..x 24 jam setelah dilakukan tindakan
keperawatan risti obstruksi jalan napas tidak terjadi
Kreteria Hasil :
Pasien tidak mengeluh batuk berdarah
Tidak ada tanda-tanda terjadinya obstuksi jalan napas
Tidak terjadi syok hemorragis
TTV dalam batas normal, kesadaran CM, GCS 456
Auskultasi : vesikuler simetris
Lab : HB > 10 gr%
Intervensi
:
1.
Tenangkan pasien
2.
Awasi adanya
tanda-tanda obstruksi jalan napas,
3.
Kaji status
pernapasan dan kemampuan batuk
4.
Ukur TTV &
observasi tingkat kesadaran
5.
Observasi
terjadinya tanda-tanda shok hemorragis
6.
Atur posisi trendelenberg
miring kesisi paru yang sakit
7.
Jelaskan penyebab
batuk darah
8.
Anjurkan bedrest
total di tempat tidur
9.
Lakukan kompres es
10. Bersihkan darah dari mulut, k/p ganti baju dan sepray
11. Kolaborasi medis :
· Pemberian cairan parenteral
· Pemberian obat antikoagulan
· Pemberian obat untuk menekan batuk
Implementasi :
1.
Menenangkan pasien
2.
Mengawasi adanya
tanda-tanda obstruksi jalan napas/apnea (tidak ada pergerakan dada, tidak ada
hembusan udara pada hidung), bila terjadi
apnea segera lakukan suction untuk mengeluarkan bekuan darah yang menyumbat
jalan napas
3.
Mengkaji status
pernapasan dan kemampuan batuk
4.
Mengukur TTV &
mengobservasi tingkat kesadaran
5.
Mengobservasi
terjadinya tanda-tanda shok hemorragis : ( perubahan TTV, akral dingin, pucat, gelisah,
disorientasi, penurunan tingkat kesadaran )
6.
Mengatur posisi :
trendelendberg miring kesisi kanan ketika batuk berdarah
7.
Menjelaskan
penyebab batuk darah
8.
Menganjurkan
bedrest total di tempat tidur dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal dan
bagian kaki ditinggikan saat tidak batuk berdarah, posisikan trendelenberl lagi
bila batuk darah berulang
9.
Melakukankan
kompres es di daerah dada
10. Membersihkan darah dari mulut, k/p ganti baju dan sepray
11. Kolaborasi medis :
· Memberikan cairan parenteral : IVFD RL drip Adona 1 amp/kolp 20 tpm
· Memberikan obat antikoagulan : Kalnex/Asam Traxenamat 1 amp iv
· Memberikan obat untuk menekan batuk : Codein tab 10-20 mg oral
Evaluasi/catatan perkembangan
S :
Pasien mengatakan masih mengeluh batuk darah tapi darah
yang keluar tidak sebanyak kemarin, rasa perih didada sudah berkurang
O :
Pasien terlihat lebih tenang, tidak tampak sesak napas
Tampak masih mengeluarkan bercak/bekuan darah ketika
batuk
TTV : TD..., RR..., N..., T...saturasi O2....
Kesadaran CM, GCS 456
Tidak ada tanda-tanda obstruksi jalan napas atau
kesulitan bernapas
A :
Masalah risti obstruksi jalan napas teratasi sebagian
P :
Lanjutkan intervensi NO : 3, 5, 7, 8, 9, 11
- Awasi kemungkinan terjadi batuk darah kembali
- Lab : cek Hb, sputum BTA SPS
- Rad : foto thorak ulang
- Pemberian transfusi darah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar