KANKER PARU
Status kesehatan merupakan suatu keadaan kesehatan seseorang dalam batas rentang sehat-sakit yang bersifat dinamis dan dipengaruhi oleh perkembangan, sosial kultural, pengalaman masa lalu, harapan seseorang tentang dirinya, keturunan, lingkungan, dan pelayanan (A.Aziz Alimul Hidayat, 2008: 4).
Kanker paru merupakan salah satu masalah utama di bidang kedokteran pada kurun waktu akhir-akhir ini dan merupakan salah satu tantangan terbesar di bidang onkologi. Tantangan ini disebabkan oleh naiknya insiden kanker paru yang terus-menerus terutama pada kebanyakan negara berkembang, termasuk Indonesia, akibat faktor etiologi makin banyak antara lain makin meningkatnya pemasaran rokok di negara berkembang hingga diperkirakan akan menimbulkan kenaikan drastis kanker paru di negara tersebut pada permulaan abad yang akan datang (Hood Alsagaff dan Abdul Mukty, 2010: 208).
Hal ini akan sejalan bila masyarakat Indonesia terbebas dari masalah kesehatan, dimana angka kesakitan (morbilitas) dan angka kematian (mortalitas), mulai bergeser pada masalah kesehatan dengan gangguan sistem pernafasan yang salah satunya adalah kanker paru. Oleh karena itu kasus kanker paru perlu dilaporkan.
Kanker paru atau karsinoma bronkhogenik adalah tumor ganas primer yang berasal dari saluran pernafasan (Hood Alsagaff dan Abdul Mukty, 2010: 181).
Dampak bio, psiko, sosial, dan spiritual klien yang menderita kanker paru akan mempengaruhi respon psikologis yang bervariasi tergantung dari koping yang dimiliki oleh masing-masing individu. Psikologis klien umumnya klien merasa bosan dengan program pengobatan kanker paru yang lama serta cemas terhadap keadaan penyakitnya. Hal ini dapat mengakibatkan klien menjadi putus asa. Dari segi fisik dan spiritual klien juga akan merasa terganggu dengan adanya kelemahan fisik dalam beraktivitas karena klien mengalami sesak nafas. Karena penyakit yang diderita, sehingga dalam kehidupan sosial klien akan menarik diri dan mengurangi interaksi sosial (www.dampakkankerparu.com. Tgl 4 Juni 2011, pukul 11.05 WITA).
Dampak pada keluarga klien dengan kanker paru adalah bertambahnya beban dan tugas keluarga untuk merawat klien dengan kanker paru ketika klien dirawat dirumah maupun di rumah sakit untuk menjalani pengobatan. Sedangkan dampak pada masyarakat, biasanya cenderung untuk menjauhi orang dengan penyakit kanker paru, karena merasa takut akan tertular penyakit tersebut. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit kanker paru (www.dampakkankerparu.com. tgl 4 Juni 2011, pukul 11.05 WITA).
Laporan pertama tentang kanker paru disampaikan oleh Agricola di tahun 1527 dan Van Swieten pada tahun 1747. Sekarang ini kanker paru berkembang menjadi satu jenis penyakit penting dan penyebab kematian utama pula. Di tahun 1950 di Amerika Serikat dilaporkan ada 18.313 penderita yang meninggal karena kanker paru. Di tahun 1970 angka ini telah naik menjadi 70.000 orang dan di tahun 1980 jumlahnya melonjak menjadi lebih dari 100.000 orang, kira-kira sama dengan jumlah orang yang meninggal akibat kecelakaan di negara itu (www.10SituasiPenyakitParu.com. tgl 2 Juni 2011, pukul 11.09 WITA).
Data statistik WHO 1974 memperkirakan terdapat 83.000 kasus baru karsinoma bronkogenik per tahun dan mengakibatkan 754.000 kematian (Hood Alsagaff dan Abdul Mukty, 2010: 182).
Sedangkan menurut data WHO tahun 2004, setiap tahun ada lebih dari 1,3 juta kasus kanker paru dan bronkitis baru di seluruh dunia, dengan angka kematian mencapai sekitar 1,1 juta. Sebagai negara dengan komsumsi rokok terbesar, Indonesia memiliki resiko kanker paru yang sangat besar. Meski demikian, tingkat kepedulian masyarakat terhadap penyakit ini tergolong kecil (www.indonesiaindonesia.com. tgl 2 Juni 2011, pukul 12.00 WITA).
Di Indonesia diperkirakan minimal ada 1 penderita baru kanker diantara 1000 penduduk, artinya lebih dari 170.000 penderita pertahunnya. Angka resmi tentang jumlah penderita kanker paru di Indonesia dan angka kematiannya belum dipunyai. Tetapi laporan dari berbagai rumah sakit terus mengalir dan menunjukkan jumlah penderita kanker paru yang cukup tinggi dan makin lama tampaknya akan terus meningkat (www.10SituasiPenyakitParu.com. tgl 2 Juni 2011, pukul 11.09 WITA).
Salah satu faktor resiko yang menyebabkan tingginya kejadian kanker di Indonesia yaitu prevalensi merokok 23,7%, obesitas umumnya penduduk berusia ≥ 15 tahun pada laki-laki 13,9% dan pada perempuan 23,8%. Prevalensi kurang konsumsi buah dan sayur 93,6%, konsumsi makanan diawetkan 6,3%, makanan berlemak 12,8%, dan makanan dengan penyedap 77,8%. Sedangkan prevalensi kurang aktivitas fisik sebesar 48,2% (http://www.depkes.go.id. tgl 3 Juni 2011, pukul 10.00 WITA).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh penulis didapat data Rekam Medik RSUD di Ruang Dahlia Ulin Banjarmasin, penyakit kanker paru di ruang Dahlia dapat terlihat pada tabel 1.1. di bawah ini :
Tabel 1.1. Data penyakit di ruang Dahlia RSUD Ulin Banjarmasin dari bulan Januari sampai dengan Desember 2009
No Nama Penyakit Jumlah %
1. TB Paru 453 54,19
2. Asma Bronchiale 138 16,51
3. Efusi Pleura 70 8,37
4. Kanker Paru 58 6,94
5. PPOK/COPD 34 4,07
6. SPOT 27 3,23
7. Hemaptoe 22 2,63
8. Pneumo Thorax 13 1,55
9. Pneumonia 12 1,44
10. Suspect KP 9 1,07
Total 836 100
Sumber : Ruang Dahlia RSUD Ulin Banjarmasin tahun 2009
Berdasarkan data penyakit di Ruang Dahlia RSUD Ulin Banjarmasin dari bulan Januari 2009 sampai dengan Desember 2009, kanker paru menduduki urutan keempat setelah efusi pleura. Jumlah penderita kanker paru sebanyak 58 kasus dengan persentase 6,94 % dari 836 total jumlah kasus.
Sedangkan data yang diperoleh pada tahun 2010 angka kejadian kanker paru di Ruang Dahlia RSUD Ulin Banjarmasin dapat terlihat pada tabel 1.2. dibawah ini :
Tabel 1.2. Data penyakit di Ruang Dahlia RSUD Ulin Banjarmasin dari bulan Januari sampai dengan Desember 2010
No Nama Penyakit Jumlah %
1. TB Paru 389 48.14
2. Asma Bronchiale 82 10.15
3. Kanker Paru 81 10.02
4. Efusi Pleura 76 9.41
5. PPOK/COPD 43 5.32
6. SPOT 36 4.46
7. Hemaptoe 25 3.09
8. Pneumo Thorax 22 2.72
9. Pneumonia 15 1.86
10. Lain-lain 39 4.83
Total 808 100
Sumber : Ruang Dahlia RSUD Ulin Banjarmasin tahun 2010
Berdasarkan data penyakit di ruang Dahlia RSUD Ulin Banjarmasin dari bulan Januari 2010 sampai dengan Desember 2010, kanker paru menduduki urutan ketiga setelah asma bronchiale. Jumlah penderita kanker paru sebanyak 81 kasus dengan persentase 10.02% dari 808 total jumlah kasus.
Berdasarkan dari distribusi data rawat inap di Ruang Dahlia RSUD Ulin Banjarmasin sebagai perbandingan bahwa penyakit kanker paru pada tahun 2009 berjumlah 58 kasus dengan persentase 6,94%. Sedangkan pada tahun 2010 mengalami kenaikan yaitu berjumlah 81 kasus dengan persentase 10.02% dari 808 total jumlah kasus.
Menurut hasil data tersebut pentingnya tindak lanjut dari pihak rumah sakit, khususnya perawat. Karena peran perawat yang utama adalah memenuhi kebutuhan dasar manusia dan tercapainya suatu kepuasan bagi diri sendiri serta kliennya. Sedangkan bagi mahasiswa dapat menjadi pembelajaran langsung dalam praktiknya (Nursalam, 2008: 5).
Kanker paru ini merupakan penyakit yang harus mendapat perhatian khusus karena bisa menyebabkan kematian setiap tahunnya, sehingga memerlukan penanganan dan perawatan yang intensif dengan melibatkan peran perawat sebagai pelaksana keperawatan (merawat klien), memberikan pendidikan bagi klien dan keluarga, serta mengelola proses keperawatan sehingga terjadi kerja sama antara perawat dan keluarga klien.
1. Pengertian
Kanker paru (karsinoma bronkkogenik) adalah tumor ganas yang berasal dari saluran pernapasan (Hood Alsagaff dan H. Abdul Mukty, 2010: 181).
Karsinoma bronkogenik atau kanker paru dapat berupa metastasis atau lesi primer. Kebanyakan tumor ganas primer dari sistem pernapasan bawah bersifat epithelial dan berasal dari mukosa percabangan bronkhus (Arif Muttaqin, 2008: 198).
Gambar 2.8 Kanker paru
Sumber : http://www.google.com/image/kankerparu
2. Klasifikasi
Klasifikasi kanker paru menurut WHO tahun 1981, kanker paru primer terbagi atas 6 jenis utama :
a. Karsinoma Sel Epedermoid = Sel Skuamus (Squamous Cell Ca), terdiri atas :
1) Differensiasi tinggi (well differentiated)
2) Differensiasi sedang (moderately differentiated)
1) Differensiasi rendah (poorly differentiated)
b. Karsinoma Sel Kecil (Small Cell Carcinoma), terdiri atas :
1) Karsinoma sel oat (oat cell Ca)
2) Jenis sel intermedia (intermediate cell type)
3) Kombinasi karsinoma sel oat (combine oat cell Ca)
c. Karsinoma kelenjar (Adeno Carcinoma), terdiri atas :
1) Karsinoma kelenjar asiner
2) Karsinoma kelenjar papiler
3) Karsinoma bronkiolus alveolar
4) Karsinoma padat dengan pembentukan mukus (Solid Ca with mucous formation)
d. Karsinoma sel Besar ( Large cell Carcinoma)
1) Karsinoma sel datia (giant cell Ca)
2) Karsinoma sel jernih (clear cell Ca)
e. Karsinoma Kelenjar skuamus (adeno Squamus Carcinoma)
f. Tumor Karsinoid (carcinoid Tumor)
(Hood Alsagaff dan H. Abdul Mukty, 2010: 185).
4. Etiologi
Seperti kanker pada umumnya, etiologi yang pasti dari karsinoma bronkogenik masih belum diketahui, namun diperkirakan inhalasi jangka panjang bahan-bahan karsinogen merupakan faktor utama, tanpa mengesampingkan kemungkinan peranan predisposisi hubungan keluarga ataupun suku bangsa, ras serta status imunologis (Hood Alsagaff dan H. Abdul Mukty, 2010: 182).
Beberapa faktor resiko menurut Arif Muttaqin (2008: 198-199) tersebut yaitu :
a. Merokok
Kanker paru beresiko 10 kali lebih tinggi dialami perokok berat dibandingkan dengan bukan perokok. Peningkatan faktor resiko ini berkaitan dengan riwayat jumlah merokok dalam tahun (jumlah bungkus rokok yang digunakan setiap hari dikali jumlah tahun merokok) serta faktor saat mulai merokok (semakin muda individu mulai merokok, semakin besar resiko terjadinya kanker paru). Faktor lain yang juga dipertimbangkan termasuk didalamnya jenis rokok yang diisap (kandungan tar, rokok filter, dan kretek).
b. Polusi udara
Ada berbagai karsinogen telah diidentifikasi, termasuk didalamnya adalah sulfur, emisi kendaraan bermotor, dan polutan dari pengolahan dan pabrik. Bukti-bukti menunjukkan bahwa insiden kanker paru lebih besar didaerah perkotaan sebagai akibat penumpukan polutan dan emisi kendaraan.
c. Polusi lingkungan kerja
Pada keadaan tertentu, karsinoma bronkogenik tampaknya merupakan suatu penyakit akibat polusi di lingkungan kerja. Dari berbagai bahaya industri, yang paling berbahaya adalah asbes yang kini banyak sekali diproduksi dan digunakan pada bangunan. Resiko kanker paru diantara para pekerja yang berhubungan atau lingkungannya mengandung asbes ±10 kali lebih besar daripada masyarakat umum. Peningkatan resiko ini juga dialami oleh mereka yang bekerja dengan uranium, kromat, arsen (misalnya insektisida yang digunakan untuk pertanian), besi, dan oksida besi. Resiko kanker paru akibat kontak dengan asbes maupun uranium akan menjadi lebih besar lagi jika orang itu juga perokok.
d. Rendahnya asupan vitamin A
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa perokok yang dietnya rendah vitamin A dapat memperbesar resiko terjadinya kanker paru. Hipotesis ini didapat dari berbagai penelitian yang menyimpulkan bahwa vitamin A dapat menurunkan resiko peningkatan jumlah sel-sel kanker. Hal ini berkaitan dengan fungsi utama vitamin A yang turut berperan dalam pengaturan diferensiasi sel.
e. Faktor herediter
Terdapat juga bukti bahwa anggota keluarga dari penderita kanker paru memiliki resiko yang lebih besar mengalami penyakit yang sama. Walaupun demikian masih belum diketahui dengan pasti apakah hal ini benar-benar herediter atau karena faktor-faktor familial.
5. Patofisiologi
Karsinoma pada sel skuamosa merupakan karsinoma bronkogenik histologis yang paling sering ditemukan. Kanker ini ditemukan pada permukaan sel epitel bronkhus. Perubahan epitel termasuk metaplasia atau displasia terjadi akibat kebiasaan merokok jangka panjang secara khas mendahului timbulnya tumor. Karsinoma sel skuamosa biasanya terletak sentral di sekitar hilus dan menonjol ke dalam bronkhi besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa sentimeter dan cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada, dan mediastinum. Karsinoma sel skuamosa sering kali disertai batuk dan hemoptisis akibat iritasi atau ulserasi, pneumonia, dan pembentukan abses akibat obstruksi dan infeksi sekunder. Karena tumor ini cenderung agak lamban dalam bermetastasis, maka pengobatan dini dapat memperbaiki prognosis.
Adenokarsinoma memperlihatkan susunan selular mirip bronkhus dan sering kali mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul dibagian perifer segmen bronkhus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial kronis. Lesi sering kali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium awal dan secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala-gejala tertentu sampai terjadi metastasis yang luas.
Karsinoma sel bronkhial-alveolar merupakan subtipe adenokarsinoma yang jarang ditemukan dan yang berasal dari epitel alveolus atau bronkhiolus terminalis. Awitan (onset) pada umumnya tidak nyata dan disertai tanda-tanda yang menyerupai pneumonia. Secara makroskopis neoplasma ini pada beberapa kasus mirip konsolidasi uniform pneumonia lobaris. Secara makroskopis, tampak kelompok-kelompok alveolus yang dibatasi oleh sel-sel jernih penghasil mukus dan terdapat banyak sputum mukoid. Prognosisnya buruk, kecuali dilakukan pembuangan lobus yang terserang pada saat penyakit masih stadium awal. Adenokarsinoma adalah satu-satunya tipe histologi kanker paru yang tidak belum diketahui secara jelas berkaitan dengan kebiasaan merokok.
Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat cepat. Karsinoma ini memiliki sitoplasma yang besar dan bermacam-macam ukuran inti. Sel-sel ini cenderung tumbuh di jaringan paru perifer. Sel ini juga memiliki daya tumbuh yang cepat dengan penyebaran esktensif ketempat lainnya.
Karsinoma sel kecil seperti sel skuomosa, biasanya terdapat ditengah sekitar percabangan utama bronkhi. Tidak seperti kanker paru yang lain, jenis tumor ini timbul pada sel-sel kulchitsky yang merupakan komponen normal epitel bronkhus. Secara mikroskopis, tumor ini terbentuk dari sel-sel kecil (sekitar 2 kali ukuran limfosit) dengan inti hiperkromatik pekat dan sedikit sitoplasma. Sel-sel ini mirip biji oat sehingga diberi nama karsinoma sel oat. Karsinoma sel kecil memiliki waktu pembelahan yang tercepat dan prognosis yang terburuk dibandingkan dengan semua karsinoma bronkogenik. Metastasis awal dapat mencapai mediastinum dan kelenjar limfe hilus, sering pula dijumpai penyebaran hematogen ke organ-organ distal (Arif Muttaqin, 2008: 199-200).
6. Tanda dan Gejala
Menurut Irman Somantri (2008: 118) tanda dan gejala yang sering muncul pada klien dengan kasus kanker paru, yaitu :
a. Parau (hoarsenes).
b. Perubahan pola napas.
b. Batuk persisten atau perubahan batuk.
c. Sputum mengandung darah.
d. Sputum berwarna kemerahan atau purulen.
f. Hemoptisis.
g. Nyeri dada (chest pain).
h. Nyeri dada, punggung, dan lengan.
i. Pleura efusi, pneumonia atau bronkhitis.
j. Dispnea.
k. Demam berhubungan dengan satu atau dua tanda lain.
l. Wheezing.
m. Penurunan berat badan.
n. Clubbing finger.
7. Komplikasi
Berbagai komplikasi dapat terjadi dalam penatalaksanaan kanker paru. Reseksi bedah dapat mengakibatkan gagal napas. Fibrosis paru, perikarditis, mielitis, dan kor pulmoner adalah sebagian dari komplikasi yang diketahui. Kemoterapi terutama dalam kombinasi dengan terapi radiasi, dapat menyebabkan pneumonitis. Toksisitas paru dan leukemia adalah potensial efek samping dari kemoterapi (Brunner dan Suddarth, 2001: 631).
8. Metastasis
Menurut Irman Somantri (2009: 115) metastasis pada kanker paru terbagi tiga, yaitu :
a. Invasi langsung ( Direct Invasion)
Dapat menyebar dengan menginvasi secara langsung dan berkembang untuk membendung bronkhus secara parsial atau total. Invasi dinding bronkhial atau obstruksi jalan napas dapat juga timbul. Penyebaran pada paru dapat menekan struktur paru-paru yang lainnya termasuk alveoli, saraf, pembuluh darah atau pembuluh limfatik.
b. Invasi Limfatik
Pola metastasis bergantung pada tipe sel tumor dan lokasi anatomis dari tumor. Penyebaran ke limfatik biasanya berhubungan dengan embolisasi dan invasi oleh tumor. Mediastinum, paratrakeal dan sentral hiliar nodus limfatikus merupakan yang bagian sering terkena. Tumor lobus bawah cenderung menyebar secara difus dan penyebarannya lebih sering melalui jalur limfatik daripada tumor yang berada pada daerah lain di paru.
c. Hematogenous
Metastasis kanker paru terjadi akibat invasi dari definisi vena pulmonal. Tumor emboli menyebar kedaerah yang jauh dari tubuh. Metastasis yang jauh bisa terjadi pada lower thoracic dan upper lumbar vertebra, tulang panjang, kelenjar adrenal, CNS, dan hati.
9. Stadium
Menurut Irman Somantri (2009: 116-118) stadium kanker paru dapat dilakukan berdasarkan definitif TNM (T = Tumor primer, N = Nodus Limfe, M = Metastasis), sesuai dengan klasifikasi dari American Joint Committee on Cancer pada tahun 1987. Untuk menggunakan definisi tersebut terdapat beberapa peraturan pengklasifikasian sebagai berikut :
a. Klasifikasi hanya berlaku untuk karsinoma.
b. Harus ada bukti definitif untuk bisa mengklasifikasikan kasus kedalam tipe histologinya. Tiap keadaan yang belum dikonfirmasikan harus dilaporkan terpisah.
c. Hasil yang berasal dari eksplorasi bedah sebelum pengobatan definitif dapat dimasukkan untuk derajat klinis.
Tabel 2.1 Derajat (stadium) klinis Kanker Paru berdasarkan klasifikasi TNM
Stadium Kanker Paru Keterangan
Stadium Occult Tx M0, yaitu suatu karsinoma occult dimana sekret bronkopulmoner mengandung sel-sel ganas tetapi tidak atau data adanya tumor primer, pembesaran atau metastasis ke kelenjar regional atau metastasis jauh.
Stadium I Tis N0 M0, Karsinoma in situ; T1 NO M0; T1 N1 M0; T2 N0 M0
Stadium II T1 N1 M0; T2 N1 M0.
Stadium III-a T3 N0 M0; T3 N1 M0; T1-3 N2 M0
Stadium III-b Banyak T N3 M0; T3 Banyak N M0; Banyak T dan N M1.
Stadium IV Banyak T Banyak N M1.
Sumber: Irman Somantri (2009: 117-118)
Tabel 2.2 Pembagian Stadium Klinik Kanker Paru Berdasarkan TNM (AJCC, 1987)
T=tumor primer N=Nodus Limfe M=Metastasis
Tis Karsinoma in situ/preinvasif N0 Tak ada tanda-tanda terlibatnya/ pembesaran kelenjar limfe regional. M0
Tidak ada bukti adanya metastasis jauh.
T0 Tidak ada tumor primer
T1 Diameter terbesar 3 cm atau kurang, dikelilingi oleh paru atau pleura viseralis dan tidak ada bukti-bukti adanya invasi proksimal dari brokhus dalam lobus pada bronkoskopi.
N1 Terdapat tanda terkenanya kelenjer peribronkial atau hilus homolateral, termasuk penjalaran/ pembesaran langsung tumor primer. M1 Terdapat bukti adanya metastasis jauh tidak bisa terpenuhi.
T2 Diameter terbesar lebih dari 3 cm, atau tumor primer pada ukuran apapun, dengan tambahan adanya atelektasis atau pneumonitis obstruktif dan membesar kearah hilus. Pada bronkoskopi ujung proksimal tumor yang tampak paling sedikit 2 cm distal dari karina. Setiap atelektasis atau pneumonia obstruktif yang menyertai harus melibatkan kurang dari sebelah paru dan tidak ada efusi pleura. N2 Terkenanya kelenjar getah bening mediastinum
T3 Tumor dengan ukuran apapun yang membesar langsung kestruktur sekitarnya seperti dinding dada, diafragma atau mediastinum, atau tumor yang pada bronkoskopi berjarak 2 cm distal dari karina atau tumor yang disertai atelektasis dan pneumonitis obtruktif dari satu paru atau adanya efusi pleura. Nx Syarat minimal untuk membuktikan terkenanya kelenjar regional tidak terpenuhi. Mx Syarat minimal untuk menentukan adanya metastasis jauh tidak bisa terpenuhi
Tx Tiap tumor yang tidak bisa diketahui atau dibuktikan dengan radiografi atau bronkoskopi tetapi didapatkan adanya sel ganas dari sekresi bronkopulmoner.
Sumber: Irman Somantri (2009: 117).
10. Pemeriksaan penunjang
Menurut Arif Muttaqin (2008: 202) pemeriksaan penunjang pada kanker paru meliputi :
a. Pemeriksaan radiologi
Nodula soliter terbatas yang disebut coin lesion pada radiogram dada sangat penting dan mungkin merupakan petunjuk awal untuk mendeteksi adanya karsinoma bronkogenik meskipun dapat juga ditemukan pada banyak keadaan lainnya. Penggunaan CT scan mungkin dapat memberikan bantuan lebih lanjut dalam membedakan lesi-lesi yang dicurigai.
b. Bronkhoskopi
Bronkhoskopi yang disertai biopsi adalah teknik yang paling baik dalam mendiagnosis karsinoma sel skuomosa yang biasanya terletak didaerah sentral paru. Pelaksanaan bronkhoskopi yang paling sering adalah menggunakan bronkhoskopi serat optik. Tindakan ini bertujuan sebagai tindakan diagnostik, caranya dengan mengambil sampel langsung ketempat lesi untuk dilakukan pemeriksaan sitologi.
c. Sitologi
Biopsi kelenjar skalenus adalah cara terbaik untuk mendiagnosis sel-sel kanker yang tidak terjangkau oleh bronkhoskopi. Pemeriksaan sitologi sputum, bilasan bronkhus, dan pemeriksaan cairan pleura juga memainkan peranan penting dalam rangka menegakkan diagnosis kanker paru.
11. Penataksanaan
a. Penatalaksanaan Non Bedah (Nonsurgical management)
1) Terapi Oksigen
Jika terjadi hipoksemia, perawat dapat memberikan oksigen via masker atau nasal kanula sesuai dengan permintaan. Bahkan jika klien tidak terlalu jelas hipoksemianya, dokter dapat memberikan oksigen sesuai yang dibutuhkan untuk memperbaiki dispnea dan kecemasan.
2) Terapi Obat
Jika klien mengalami bronkospasme, dokter dapat memberikan obat golongan bronkodilator (seperti pada klien asma) dan kortikosteroid untuk mengurangi bronkospasme, inflamasi, dan edema.
3) Kemoterapi
Kemoterapi merupakan pilihan pengobatan pada klien dengan kanker paru, terutama pada small cell lung cancer karena metastasis. Kemoterapi dapat juga digunakan bersamaan dengan terapi bedah. Obat-obat kemoterapi yang biasa diberikan untuk menangani kanker, termasuk kombinasi dari obat-obat dari :
a) Cyclophosphamide, Deoxorubicin, Methotrexate, dan Procarbazine.
b) Etoposide dan Cisplatin.
c) Mitomycin, Vinblastin, dan Cisplatin.
4) Imunoterapi
Banyak klien kanker paru yang mengalami gangguan imun. Obat imunoterapi (Cytokin) biasa diberikan.
5) Terapi Radiasi
Terapi radiasi dilakukan dengan indikasi sebagai berikut ini:
a) Klien tumor paru yang operable tetapi resiko jika dilakukan pembedahan.
b) Klien adenokarsinoma atau sel skuamosa inoperable yang mengalami pembesaran kelenjar getah bening pada hilus ipsilateral dan mediastinal.
c) Klien kanker bronkhus dengan oat cell.
d) Klien kambuhan sesudah lobektomi atau pneumoektomi.
6) Terapi Laser
7) Torakosentesis dan Pleurodesis
b. Manajemen pembedahan
1) Dilakukan pada tumor stadium I, stadium II jenis karsinoma, adenokarsinoma, dan karsinoma sel besar undifferentiated.
2) Dilakukan khusus pada stadium III secara individual yang mencakup tiga kriteria :
a) Kriteria biologis tumor :
(1) Hasil baik : tumor dari sel skoamosa dan epidermoid.
(2) Hasil cukup baik : Aenokarsinoma dan karsinoma sel besar undifferentiated.
(3) Hasil buruk : oat cell.
b) Letak tumor dan pembagian stadium klinik. Untuk menentukan reseksi terbaik.
c) Keadaan fungsional penderita.
(Irman Somantri, 2009: 119-120).
12. Prognosis
Prognosis secara keseluruhan bagi klien dengan karsinoma bronkogenik adalah buruk (kelangsungan hidup lima tahun) dan hanya sedikit meningkat dalam beberapa tahun terakhir ini, meskipun telah diperkenalkan berbagai agen-agen kemoterapi yang baru (Arif Muttaqin, 2008: 203).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar